Perang Dagang dan Ketidakpastian Dunia | Paradigma Bintang

Perang Dagang dan Ketidakpastian Dunia

Dunia tempat manusia tinggal di dalamnya secara ekonomi politik kini sedang bergolak dan diliputi ketidakpastian. Penyebabnya sudah dapat diterka, karena adanya kebijakan sepihak dari entitas negara bernama Amerika Serikat (AS). Pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump, mendeklarasikan pemberlakuan tarif impor kepada 180 negara yang kemudian menandai babak baru dimulainya perang tarif dan perang dagang internasional. kebijakan unilateral AS tersebut tak pelak menimbulkan beragam respon dari pemimpin bangsa-bangsa yang kemudian mengguncang dunia. Sedikitnya, ada dua poros dunia dalam merespon kebijakan tarif AS, yaitu poros yang merespon perang tarif AS dengan melakukan retaliasi atau membalas dengan menaikkan tarif yang dianggap setimpal. China dan Kanada merupakan dua negara yang termasuk ke dalam poros ini. Berikutnya adalah poros yang memilih melakukan negosiasi atau berinisiatif membujuk AS melakukan perundingan terkait kebijakan perdagangan dan pemberlakukan tarif impor yang dianggap dapat menguntungkan AS dan negara-negara terdampak tarif resiprokal AS (win win).

Perang Dagang dan Ketidakpastian Dunia
Sumber gambar: Antara

Upaya negara-negara yang berinisiatif berunding dengan AS rupanya membuahkan hasil. Menjelang pemberlakuan tarif timbal balik yang secara lini masa akan berlaku pada 9 April 2025, Presiden Donald Trump secara mengejutkan menunda pemberlakuan tarif timbal balik hingga 90 hari mendatang (9 Juli 2025) kecuali kepada China yang tetap diberlakukan tarif timbal balik. Kebijakan ini rupanya tidak mengakibatkan gugurnya pelaksanaan tarif bea masuk 10 persen yang sebelumnya telah diberlakukan AS kepada semua negara. Tragisnya, pada saat mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif resiprokal, Trump justru menambah beban tarif kepada China menjadi 125 persen dari yang sebelumnya 34 persen dan naik 104 persen. Bahkan, kini Trump memberlakukan tarif impor dari China menjadi 145 dan belakangan naik lagi menjadi 245 persen. Sebagai negara berdaulat, China merespon tegas tarif AS dengan membalas menaikkan tarif impor dari AS sebesar 125 persen dari yang sebelumnya 34 persen dan 84 persen.

Beginilah fenomena internasional masa kini. Penuh dengan ketidakpastian dan kepentingan para aktor kunci pengendali jalannya kehidupan masyarakat dunia. Perang dagang dan perang tarif yang diinisiasi oleh AS melalui Donald Trump pada hakikatnya merupakan pelaksanaan dari ambisi dan janji-janji kampanye politiknya pada saat ia kembali maju mencalonkan diri sebagai capres dalam Pilpres AS 2024. Dalam kampanye politiknya, Trump secara terbuka menjanjikan kebijakan America First, menjadikan AS hebat, melawan segala hal yang dianggap merugikan atau membahayakan kepentingan nasional AS. Dan hal konkret yang dievaluasi Trump adalah terjadinya defisit neraca perdagangan antara AS dan negara-negara lain di dunia. Dalam hal ini, AS merasa dirugikan oleh praktik dagang negara-negara mitra AS utamanya oleh China sehingga memberlakukan tarif timbal balik dianggap Trump sebagai bentuk yang setimpal atas kerugian yang dialami AS.

Namun demikian, di antara 180 negara yang terdampak tarif Trump, China merupakan China yang dinilai Trump sebagai musuh dagang AS yang sangat membahayakan masa depan perekonomian AS. China kerap dituding Trump curang dalam berdagang dengan AS sehingga menguntungkan negeri komunis tersebut  dan merugikan AS. Karena itulah, Trump tanpa ampun mematok tarif tinggi barang impor dari China. Alhasil, kini siapapun dapat menyaksikan dengan kasat mata, perang dagang internasional 2025 sebagai dampak dari perang tarif yang dideklarasikan Donald Trump kini lebih banyak menyorot ketegangan politik antara AS vs China sebagai akibat dari kebijakan ekonomi yang diputuskan oleh keduanya.

Mau bagaimana pun pasca pengumuman pengenaan tarif pada 2 April 2025 lalu, ekonomi dunia saat ini dalam gonjang-ganjing yang tak menentu. Wujudnya, aktivitas perekonomian seperti seperti harga saham di bursa saham dunia tidak jelas, namun kecenderungannya menurun sehingga merugikan perusahaan-perusahaan mapan seperti  Apple, Tesla, Meta, Nvidia, Google, Microsoft, Amazon. Begitupun dengan nilai tukar uang negara-negara di dunia cenderung melemah jika dikonversi ke mata uang dollar AS. Harga minyak dunia pun ikut terdampak menjadi anjlok karena kebijakan tarif Trump. Uniknya, harga emas dunia cenderung naik hingga menyentuh angka 3.200 dolar AS per troy ounce. Secara mikro, perekonomian nasional suatu negara juga mulai terdampak tarif timbal balik Trump. Indonesia yang dikenakan tarif 32 persen oleh Trump dapat menjadi contoh. Kini kurs mata uang rupiah terus melemah setelah pengumuman tarif resiprokal AS, bahkan pernah menyentuh angka 17 ribu rupiah per 1 dollar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar saham Indonesia juga cenderung mengalami penurunan, banyak modal asing yang keluar dari Indonesia, dan pastinya inflasi serta pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) akan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam masa-masa penundaan tarif timbal balik Trump dan periode setelahnya.

Indonesia memang memilih jalur negosiasi dan tidak membalas tarif impor 32 persen yang ditetapkan Trump. Ini positif, namun, jangan terlena, Indonesia tetap harus memiliki kejelasan sikap. Jika dalam tiga bulan mendatang tidak ada titik temu dalam proses negosiasi dengan pihak AS, Indonesia harus kembali ke jati diri bangsa, yaitu berdiri dalam hal ekonomi, berdaulat secara politik. Indonesia tidak perlu menggantungkan diri pada pasar AS. Wujudnya, dari sekarang Indonesia perlu memikirkan strategi bagaimana menembus pasar selain AS. Masih ada pasar Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, Australia, negara-negara Pasifik, dan terkhusus adalah pasar negara-negara global south, apalagi Indonesia telah resmi menjadi anggota BRICS, sebuah blok ekonomi beranggotakan Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.  Semoga!

0 Response to "Perang Dagang dan Ketidakpastian Dunia"

Post a Comment