Mengelola Sampah, Menyelamatkan Lingkungan | Paradigma Bintang

Mengelola Sampah, Menyelamatkan Lingkungan

Salah satu persoalan serius yang mengancam masa depan bumi dan kehidupan umat manusia adalah problematika sampah. Secara spesifik, berdasarkan fakta, setiap hari manusia selalu memproduksi sampah. Tidak ada hari tanpa sampah, sepanjang kehidupan manusia masih eksis, sepanjang itu pula sampah akan terus ada. Data nasional menunjukkan bahwa setiap tahun Indonesia aktif memproduksi sampah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2023 merilis data bahwa sampah yang dihasilkan oleh 321 kabupaten/kota di seluruh Indonesia sebanyak 35,518,824.02-ton sampah per tahun. Dari angka tersebut, sebanyak 62.91% atau sekitar 22,345,340.22-ton sampah terkelola dan sebanyak 37.09% atau 13,173,483.80-ton sampah tidak terkelola (Sumber: https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/).

Mengelola Sampah, Menyelamatkan Lingkungan
Sumber: dokumen pribadi

Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang darurat sampah sehingga sangat tepat jika kemudian pemerintah perlu mengupayakan langkah-langkah korektif sebagai antisipasi dari semakin memburuknya kualitas ekosistem sekitar akibat sampah. Salah satu upaya baik yang selalu digalakkan pemerintah adalah melalui edukasi, sosialisasi sekaligus penyebaran literasi tentang penyelamatan lingkungan hidup. Ikhtiar edukasi agar masyarakat bijak memperlakukan sampah telah rutin dilakukan pemerintah. Sayangnya budaya masyarakat membuang sampah sembarangan masih saja terjadi sehingga volume sampah masih saja tinggi. Sebenarnya apa yang sesungguhnya yang terjadi?

Menurut analisis penulis, ada dua faktor yang menyebabkan mengapa persoalan sampah masih menjadi masalah pelik di Indonesia? Pertama, mentalitas masyarakat yang terlanjur bobrok. Penulis sangat sering menjumpai langsung oknum warga dengan seenaknya membuang sampah ke alam ssekitar seperti sungai, pantai, laut, dan semak-semak di pinggir jalan. Penulis merasa sedih melihat kejadian tersebut. Namun apalah daya, penulis sadar diri tidak memiliki wewenang untuk menindak—penulis hanya sebatas menegur dan mendoakan agar oknum yang bersangkutan segera sadar bahwa membuang sampah secara serampangan merupakan tindakan tidak terpuji yang dapat merusak lingkungan.  

Sayangnya, harapan penulis tinggal harapan, aksi membuang sampah sembarangan masih saja terjadi, oknum pembuang sampah tanpa merasa bersalah dengan entengnya kembali membuang sampah seenaknya. Penulis pun sempat membuat aduan melalui kanal pengaduan publik lapor.go.id dengan melampirkan bukti foto oknum pembuang sampah sedang membuang sampahnya yang membuat lingkungan tercemar dengan ekspektasi yang bersangkutan dapat ditindak oleh otoritas yang berwenang. Sayangnya, tidak ada tidak lanjut berarti dari aduan yang penulis sampaikan. Menurut penulis hal seperti inilah yang membuat mentalitas warga semakin memburuk dan terus menganggap remeh bahwa membuang sampah semaunya sendri adalah hal lumrah yang dianggap biasa.

Pemerintah sudah memiliki gagasan revolusi mental, sayangnya hal baik tersebut seperti mati suri, antara ada dan tiada, kesannya hanya sebatas jargon belaka sehingga kurang berdampak pada perilaku masyarakat.  Sejatinya jika revolusi mental benar—benar mandarah daging, penulis berkeyakinan tidak ada warga Indonesia yang berani buang sampah sembarangan. Hal ini terjadi karena mentalitas anak bangsa benar-benar sudah mengalami revolusi dari yang sebelumnya  sembrono menjadi disiplin dan mawas diri.

Kedua. Fasilitas pengelolaan sampah di daerah-daerah tidak sekondusif dan selengkap di kota-kota besar. Menumpuknya sampah dan tidak terkelolanya sampah karena minimnya fasilitas pengolahan sampah. Bagi masyarakat yang belum teredukasi, berpikir instan dengan membuang sampah ke alam, membakarnya di tempat terbuka akan menjadi solusi saat ia bingung sampah yang ia miliki akan dibuat apa. Akan berbeda ceritanya ketika fasilitas pengelolaan sampah ada di suatu daerah, katakanlah di lingkup kecamatan ada insenerator, mesin pengurai sampah. Dengan adanya fasilitas mesin pengurai sampah, pemerintah dapat mencontohkan praktik baik pengelolaan sampah yang ideal seperti apa sehingga warga masyarakat  dapat melihat secara empiris bagaimana seharusnya sampah dikelola.

Praktis, untuk percontohan pengolahan sampah skala daerah, Kabupaten Banyumas, salah satu kabupaten di Jawa Tengah sampai saat ini menjadi role model tempat pemda lain belajar. Namun demikian, walau pemda sudah melakukan studi banding ke Kabupaten Banyumas, tanpa diimbangi dengan komitmen dan niat politik untuk mewujudkan tata Kelola sampah yang serius, dengan misal pemda menghadirkan fasilitas pengelolaan sampah di tiap kecamatan mustahil persoalan akut sampah di daerah dapat terselesaikan.  Berangkat dari hal ini, pemerintah tidak perlu ragu untuk berinvestasi di sektor pengadaan fasilitas pengolahan sampah.

Lebih lanjut, sebagai bagian dari diseminasi wawasan tentang perlunya mengolah sampah demi terciptanya lingkungan yang bersih, sehat, dan aman, hemat penulis, sejatinya setiap warga dapat bersikap bijak dengan sampah yang dimilikinya. Caranya, warga dapat mengolah sampah secara mandiri berdasarkan sifat sampah, apakah termasuk sampah organik (dapat terurai secara alamiah), sampah anorganik (sampah yang tidak dapat terurai secara alamiah) atau sampah bahan berbahaya, beracun (B3). Dari pengelompokan ini, setiap warga dapat menggolongkan lagi sampah yang ada berdasarkan wujudnya menjadi sampa padat dan sampah cair. Selain itu, warga dapat mengelompokkan lagi sampah berdasarkan sumbernya menjadi sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, dan sampah industri.

Memilah sampah berdasarkan sifat, wujud, dan sumbernya serta mengolahnya dengan cara kreatif adalah keniscayaan demi memastikan keberlanjutan masa depan bumi. Adapun cara mudah mengolah sampah adalah untuk sampah organik seperti sisa makanan, buah busuk, sayuran tidak terpakai, dedaunan, rumput, kotoran hewan, warga dapat mengolahnya menjadi kompos, eco enzyme yang kemudian dapat digunakan untuk penyubur tanaman, media tanam, dan pakan ternak seperti lalat tentara hitam (black soldier fly) yang kemudian melahirkan larva atau maggot yang berfungsi mengurai sampah-sampah organik.

Sementara untuk sampah anorganik seperti botol plastik, kantong plastik, kaleng, kemasan makanan berbahan plastik, stayrofoam, karton, produk tekstil seperti kain bekas, kaos, warga dapat mengolahnya menjadi produk kerajinan, warga juga dapat menjualnya ke bank sampah, pengepul sampah sehingga sampah-sampah tersebut kemudian memiliki nilai ekonomi yang menguntungkan warga dan menjadi bahan baku terjadinya ekonomi sirkular (circular economy) antara warga, pengepul sampah, pabrik mengingat sampah-sampah anorganik yang terkumpul tersebut pada praktiknya akan mengalami proses daur ulang dan menghasilkan produk baru berbahan sampah daur ulang.

Dari aktivitas mengolah sampah  ini, tampak sangat jelas bahwa jika sampah dikelola dengan bijak dampaknya sangat dahsyat. Sampah yang secara kasat mata tidak bernilai, jika diolah secara proporsional ternyata sangat berdayaguna bagi manusia yang mengolah sampah karena pada realitasnya sampah dapat menjadi tambahan penghasilan—sampah tinggal dikumpulkan, ditimbang dan disetor ke pihak pengelola sampah untuk kemudian diganti dengan nominal uang yang setara dengan takaran sampah yang disetor. Dengan semakin banyaknya warga yang mengolah sampah secara swadaya, lingkungan sekitar tentu akan sangat diuntungkan. Ekosistem kehidupan manusia terjaga, sungai, danau, laut, alam, jalanan, permukiman, ruang publik akan bersih dari sampah yang merusak.

Untuk mewujudkan harapan baik ini, penulis memandang pemerintah perlu bersikap tegas terhadap siapa pun yang tidak komitmen dalam tata kelola sampah. Siapa pun yang membuang sampah seenaknya, perlu ditindak tegas. Jangan segan atau takut memberikan sanksi kepada siapa pun yang terbukti mengotori lingkungan, mencemari alam dengan sampah secara sengaja. Indonesia perlu mencontoh Singapura dalam mendisiplinkan warganya terkait sampah. Negeri Singapura tersebut sukses membentuk karakter warganya tidak berani membuang sampah sembarangan karena pemerintah Singapura benar-benar tegas menindak siapa pun warga Singapura atau bukan warga Singapura yang terbukti tidak disiplin dalam memperlakukan sampah. Sanksi berupa denda dengan nominal sebesar 1000 dollar Singapura sungguh-sungguh akan dijatuhkan kepada pembuang sampah sembarangan. Tak pelak, langkah ini menjadikan Singapura sebagai negara terketat di dunia dalam urusan sampah.

Pemerintah Indonesia tidak perlu gengsi mengadopsi praktik baik yang telah diterapkan Singapura dan terbukti berdampak positif terhadap lahirnya negara Singapura yang bersih, disiplin, sehat, steril dari sampah yang mengganggu kenyaman hidup. Penulis optimis, dengan ketegasan pemerintah, didukung dengan komitmen pemerintah dalam membelanjakan anggaran negara untuk pengadaan fasilitas pengolahan sampah yang memadai dan didistribusikan secara merata ke daerah-daerah, mentalitas masyarakat untuk peduli dengan sampah akan terbentuk. Dengan begitu, masyarakat akan malu membuang sampah sembarangan, masyarakat secara swadaya akan mengolah sampahnya, menjadikannya sebagai alternatif pemasukan, dan puncaknya karena sampah sungguh-sungguh dikelola dengan baik maka lingkungan sekitar dipastikan akan semakin asri, dan lestari. Semoga!


0 Response to "Mengelola Sampah, Menyelamatkan Lingkungan"

Post a Comment