Ada yang tidak biasa dari
pertemuan kenegaraan dua pemimpin bangsa, yaitu pertemuan Presiden Ukraina Zelensky
dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Beberapa waktu lalu, tepatnya
pada 28 Februari 2025, bertempat di Gedung
Putih Amerika Serikat, kedua pemimpin melangsungkan pertemuan dan
pembicaraan terbuka di hadapan para awak media Amerika Serikat. Sayangnya,
pertemuan yang sedianya menjadi ajang diplomasi konstruktif menuju penyelesaian
perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung tiga tahun malah berakhir tidak
produktif alias gagal menghasilkan hal menggembirakan. Yang terjadi malah
keributan, perselisihan, dan ketidaknyamanan di kubu Amerika Serikat. Hal ini
terjadi lantaran AS selaku tuan rumah merasa tidak dihormati oleh sang tamu
yang dinilai bersikap pongah, menggurui, dan mengajari AS perihal politik
internasional—sehingga yang terjadi terjadilah.
Dialog terbuka di hadapan para
jurnalis AS ini berlangsung antiklimaks dan menjadi preseden buruk dalam
sejarah diplomasi formal kenegaraan. Oleh karena itu, kejadian tersebut harus
dijadikan pembelajaran berharga bagaimana semestinya diplomasi dilakukan dan
dimenangkan. Apalagi dalam konteks diplomasi dilakukan untuk memenangkan
kepentingan nyawa jutaan rakyat. Model diplomasi yang dilakukan oleh Zelensky
benar-benar tidak patut ditiru sehingga bagi siapa pun yang ingin berdiplomasi
preseden buruk tersebut tidak perlu diulangi.
![]() |
Sumber:bbc.com |
Setiap orang adalah diplomat,
apalagi seseorang yang menyandang jabatan sebagai pemimpin formal level
presiden, perdana menteri, menteri, kepala daerah, kepala otoritas tertentu
kenegaraan. Maka untuk memenangkan kepentingan bangsa dan negara dalam forum
diplomasi dengan negara lain, hal sederhana yang mutlak harus dilakukan adalah
membuat mitra diplomasi merasa nyaman. Apalagi dalam konteks sebagai tamu yang
sedang memerlukan bantuan tuan rumah. Maka membuat tuan rumah senang, bahagia,
dan nyaman adalah keniscayaan.
Wujudnya, jangan membuat tuan
rumah naik darah, marah, misal dengan menceramahi, merasa lebih unggul, dan
menekan yang bersangkutan. Jika hal ini terjadi, maka dapat dipastikan
diplomasi akan gagal total alias tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan.
Yang terjadi malah diplomat terkait akan diusir sehingga tujuan dan
kepentingannya menjadi nihil pencapaian. Presiden Ukraina harusnya tahu diri,
yang sedang ia hadapi adalah Presiden AS yang memiliki karakter tegas, lugas,
blak-balakan, tidak bisa didikte. Harusnya Zelensky banyak menyanjung tinggi
sosok Trump, membuang jauh-jauh perasaan benci dan dendam terhadap Presiden
Rusia Vladimir Putin karena selain Trump hormat, nyaman berinteraksi dengan
Putin, pada kesempatan sebelumnya keduanya telah membuka pembicaraan terkait
penyelesaian perang Rusia-Ukraina.
Sikap Zelensky yang menyerang
Putin di hadapan Trump, mengajari Trump tentang agresi Rusia, dan selalu merasa
benar sungguh-sungguh sukses membuat Trump tidak nyaman. Akibatnya fatal, Trump
memilih menghentikan pembicaraan dan mendepak Zelensky keluar dari Gedung
Putih tanpa hasil. Dalam perspektif Trump, Zelensky belum siap berunding untuk
penyelesaian perang Rusia-Ukraina. Tuntutan Zelensky tentang jaminan keamanan
dari AS jika perjanjian kerja sama pengolahan mineral tanah jarang di Ukraina jadi
disepakati sejatinya tidak sampai mendikte AS agar AS mau menekan Rusia
mengembalikan wilayah Ukraina yang telah dikuasai Rusia. Juga tidak perlu
menekan AS agar pasukan AS ikut hadir di wilayah Ukraina sebagai pasukan
perdamaian jika gencatan senjata Rusia-Ukraina disepakati.
Trump sadar betul, yang sedang ia hadapi adalah negara sekelas Rusia yang memiliki segudang amunisi nuklir canggih. Sedikit saja ia salah kalkulasi, Perang Dunia III akan menjadi taruhannya. Tidak berlebihan jika Trump kemudian menyebut Zelensky yang menuntut jaminan keamanan Ukraina dari AS tengah berjudi dengan Perang Dunia III. Trump juga benar bahwa Zelensky tidak dalam posisi yang benar karena bagi Trump, Zelensky tidak sedang memegang kartu penyelesaian perang dengan Ukraina, yang sedang memegang kartu tersebut adalah Trump sendiri. Jangan malah naif memberi respon, bahwa dirinya tidak sedang bermain kartu. Sadarlah ini hanyalah metafora.
Perang geopolitik Rusia-Ukraina faktanya bak bermain kartu, pemegang kartunya adalah Putin dan Trump. Jika ingin permainan kartu ini segera selesai dan pemegang kartunya menjadi berpihak pada Ukraina, baik-baiklah dengannya. Simpulan penting dari perselisihan antara Trump—Zelensky adalah kalau sadar dalam kondisi lemah, tertindas, membutuhkan kekuatan besar untuk menjadi penolong, maka sadar diri, tahu diri, mainkan diplomasi cantik yang menimbulkan kenyamanan bagi mitra diplomasi, jangan malah membuat diplomasi tidak produktif dengan melakukan blunder yang tidak perlu. Ada baiknya Zelensky belajar dari cara Perdana Menteri Keir Starmer dan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang beberapa hari sebelumnya sukses melakukan diplomasi dengan Trump.
0 Response to "Pelajaran Penting dari Diplomasi Destruktif Zelensky-Trump"
Post a Comment