Alasan Historis Natuna Menjadi Milik Indonesia Bukan Malaysia | Paradigma Bintang

Alasan Historis Natuna Menjadi Milik Indonesia Bukan Malaysia

Beberapa waktu terakhir, Natuna selalu menjadi pusat perhatian nasional dan bahkan dunia. Letak strategis Natuna yang memicu banyaknya oknum asing ingin mengekspoitasi kekayaan laut Natuna, seringnya Tiongkok melancarkan klaim serta manuver provokatif terhadap kedaulatan Indonesia di Perairan Natuna menjadi sebab mengapa Natuna selalu menyita atensi banyak pihak, khususnya bangsa Indonesia yang tidak rela kedaulatannya diusik oleh pihak-pihak asing yang tidak bertanggung jawab. Secara geografis, Natuna memang lebih dekat kepada Malaysia dan harusnya menjadi bagian dari negeri jiran tersebut. Lalu, mengapa Natuna harus menjadi bagian dari Indonesia bukan menjadi bagian dari Malaysia saja? Sebenarnya asal usul nama Natuna seperti apa? Tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyan-pertanyaan di atas dengan pendekatan sejarah.

Alasan Historis Natuna Menjadi Milik Indonesia Bukan Malaysia
Sumber: https://setda.natunakab.go.id/

Natuna adalah kabupaten yang resmi terbentuk pada Tahun 1999 melalui UU Nomor 53 Tahun 1999. Sebelumnya, Natuna dikenal dengan sebutan Pulau Tujuh yang terdiri dari Pulau Serasan, Midai, Bunguran Barat, Bunguran Timur, Jemaja, Siantang, Tambelan, dan menjadi bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau Provinsi Riau. Enam pulau dengan pengecualian Pulau Tambelan di atas adalah kumpulan pulau yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Kabupaten Natuna di kemudian hari. Natuna dengan segala keunikannya adalah sebuah kabupaten dengan 154 pulau dengan 27 pulau berpenghuni. Jadi, ada banyak pulau di Natuna yang tidak berpenghuni. Secara demografis, berdasarkan data Badan Pusat Statatistik Kabupaten Natuna, jumlah penduduk Natuna pada tahun 2020 mencapai 81.495 jiwa. Selain itu, Natuna memiliki kekayaan alam melimpah berupa potensi hasil perikanan yang diperkirakan mencapai 500.000 ton per tahun serta potensi cadangan gas terbesar di dunia sekitaran 46 triliun kaki kubik.

Natuna sendiri berbatasan langsung dengan beberapa negara seperti Tiongkok, Vietnam, Kamboja, di utara serta Malaysia dan Singapura di sebelah barat dan timur. Dari beberapa negara tersebut, barangkali Malaysia dan Tiongkok adalah dua pihak yang cukup menarik untuk ditelisik keberadaannya dalam kaitan dengan Natuna. Secara batas wilayah, Malaysia adalah negara tetangga yang sangat berdekatan dengan Natuna. Terutama Malaysia Timur yang secara demografi banyak memiliki kemiripan dengan warga Natuna. Bahkan, untuk menuju Malaysia Timur seperti Sematan misalnya hanya membutuhkan waktu sekitar enam jam dari Pulau Serasan, Natuna. Informasi ini penulis dapatkan dari warga Serasan ketika penulis pernah tinggal di Pulau Serasan tahun 2018 lalu. Dari saking dekatnya, banyak barang konsumsi masyarakat Pulau Serasan yang justru berasal dari Malaysia Timur. Lalu pertanyaannya, mengapa warga Serasan dan Natuna tidak memilih masuk saja ke administrasi Malaysia? Jawabannya, tidak segampang itu, Natuna boleh lebih dekat kepada Malaysia secara kewilayahan. Namun, jiwa kebangsaan mereka lebih dulu diisi dengan nasionalisme Indonesia dibandingkan Malaysia.

Secara historis, wilayah Natuna mulai abad 19 merupakan bagian dari Kesultanan Riau. Kesultanan ini pada masa awal kemerdekaan secara de facto menyatakan diri menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mendukung penuh berdirinya NKRI. Itu artinya, segala yang menjadi ranah kekuasaan Kesultanan Riau sebelumnya otomatis menjadi bagian dari kekuasaan NKRI termasuk dalam hal ini adalah Natuna. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia pada 18 Mei tahun 1956 mendaftarkan Natuna ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai milik Indonesia. Dengan demikian, status Natuna menjadi sangat jelas dan sangat kuat secara legal sebagai bagian dari NKRI. Jauh sebelum Kesultanan Riau menyatakan bergabung dengan NKRI dan Natuna menjadi bagian dari kesultanan ceritanya cukup pelik. Dikatakan demikian karena Natuna hampir saja menjadi bagian dari Malaysia.

Pada waktu itu, Inggris dan Belanda saling bersaing dalam memperebutkan wilayah jajahan di Nusantara. Bahkan sebelumnya, Inggris lebih dulu menguasai Bengkulu, dan Tanjungpinang. Sementara Belanda hanya menguasai Malaka. Keduanya saling melancarkan siasat bagaimana caranya menguasai wilayah Nusantara hingga pada akhirnya melalui kesepakatan Anglo-Dutch tahun 1824 kedua negara penjajah tersebut menyepakati beberapa hal, di antaranya: Inggris mendapatkan bagian utara dan timur Selat Malaka yang meliputi Semenanjung Malaysia dan Singapura. Adapun Belanda mendapatkan bagian selatan dan utara meliputi Pulau Sumatra, Kepulauan Lingga, dan Riau, termasuk Bengkulu yang diserahkan Inggris kepada Belanda sebagai tukar guling penguasaan wilayah jajahan dengan Malaka yang sebelumnya dikuasai Belanda.

Sebagai informasi tambahan, pada masa kesepakatan ini dibuat wilayah Borneo atau Kalimantan berada dalam penguasaan Kesultanan Brunai. Dan pada saat kesultanan ini mengalami penurunan, Inggris berhasil menguasai wilayah Borneo Utara termasuk Sabah dan Sarawak yang kemudian menjadi  bagian dari Malaysia Timur. Adapun Borneo Selatan yang meliputi wilayah-wilayah yang saat ini menjadi ibu kota provinsi seperti Pontianak, Palangkaraya, Samarinda, Balikpapan menjadi bagian dari Belanda sehingga ketika Indonesia merdeka masing-masing wilayah bekas jajahan tersebut menjadi milik Indonesia sebagai konsekuensi logis dari praktik penjajahan bahwa negeri yang dijajah mewarisi wilayah bekas jajahan dari yang menjajah. Faktor inilah yang membuat Natuna yang secara geografis berdekatan dengan Malaysia Timur dan jika tanpa ada sebab historis wilayah ini harusnya menjadi milik Malaysia. Namun, hal itu tidak akan pernah terjadi karena mau bagaimana pun Natuna sudah dimiliki Indonesia, Natuna sudah menjadi bagian dari sejarah bangsa yang akan selalu dijaga hingga titik darah penghabisan.

Adapun terkait nama Natuna sendiri, ini juga unik, mengapa harus dinamakan Natuna bukan yang lain. Menurut salah satu sumber, nama Natuna ini diambil dari nama ikan, yaitu ikan tuna yang disebut "Nan Tuna" dan pada akhimya menjadi ''Natuna". Selain itu, menurut sumber lain, nama Natuna berasal dari kebiasaan Pendeta asal China bernama I Tsing yang selalu menyebut Pulau Besar (Natuna saat ini) yang ia singgahi dengan dengan istilah Nan Toa di mana “Nan” berarti Pulau dan “Toa” berarti Besar. Karena dianggap sulit pengucapannya bagi lidah orang Melayu, nama Nan Toa ini kemudian menjadi Natuna. Inilah sekilas tentang sejarah nama Natuna.

0 Response to "Alasan Historis Natuna Menjadi Milik Indonesia Bukan Malaysia"

Post a Comment