Dalam sejarah bangsa Amerika
Serikat (AS) berdiri hingga detik ini, negeri Paman Sam tersebut belum pernah
sama sama sekali memiliki pemimpin tertinggi dari kalangan perempuan. Amerika
Serikat hanya nyaris dipimpin perempuan ketika pada Pilpres AS 2016 mayoritas
lembaga survei memprediksi kemenengan mantan Menteri Luar Negeri Hillary
Clinton atas rivalnya Donald Trump. Nyatanya, pada hari pemillihan, prediksi
lembaga survei melenceng jauh. Hasil electoral college vote atau suara para pemegang
hak pilih untuk menentukan presiden terpilih AS menempatkan Donald Trump
sebagai pemenang Pilpres AS 2016 bukan Hillary Clinton yang dijagokan lembaga
survei. Bahkan, dari 270 suara yang menjadi syarat minimum suara yang harus
diraih setiap capres yang ingin memenangkan Pilpres AS 2016, Donald Trump malah
memperoleh 304 suara elektoral dan membuatnya unggul jauh atas Hillary─capres
Perempuan pertama dari Partai Demokrat yang memperoleh 227 suara elektoral.
Sumber: https://nymag.com/ |
Hal serupa terulang pada Pilpres
AS 2024, Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS setelah pada Pilpres
AS 2020 takluk dari Joe Biden dengan menumbangkan capres perempuan kedua dari
Partai Demokrat bernama Kamala Harris. Trump lagi-lagi berhasil membungkam
analisis lembaga survei yang memprediksi keunggulan Kamala atas Trump. Hasil
electoral college vote menunjukkan bahwa Trump mendapatkan suara 312 suara,
sementara Kamala hanya mendapatkan 226 suara. Dengan demikian, Trump dipastikan
terpilih menjadi Presiden ke-47 Amerika Serikat yang akan memimpin negeri
tersebut pada periode 2025─2029.
Fenomena kemenengan Trump dan
tumbangnya capres perempuan dari Partai Demokrat ini mengindikasikan secara
gamblang bahwa negara yang menjadi juaranya demokrasi sekelas Amerika Serikat rupanya
belum siap dan belum mau dipimpin oleh sosok perempuan. Siapa pun tahu, Amerika
Serikat adalah negara dengan tingkat demokrasi paling mapan di dunia, para
pemilihnya sangat rasional, terdidik, terpelajar, dan pastinya pilihan
politiknya tidak dapat dibeli dengan iming—iming apa pun, apalagi hanya dengan
bansos dan bentuk serangan fajar lainnya.
Faktanya, para pemegang hak suara politik AS yang berwenang memilih presiden AS tersebut dalam dua kali pilpres AS di mana ada dua sosok perempuan hebat bertarung untuk menjadi pemimpin tertinggi di AS kalah dengan angka yang sangat telak dari sosok kandidat capres laki-laki. Sekali lagi, ini menunjukkan bahwa negeri selevel Amerika Serikat belum berkenan dipimpin kaum perempuan, mereka lebih nyaman dipimpin laki-laki. Lah, katanya, mainstreaming gender? Benar, tapi kalau tidak laku dijual, mau bagaimana lagi? Pastinya, AS belum pernah melahirkan presiden perempuan walau negeri tersebut selalu menggaungkan kesetaraan gender.
0 Response to "Sekelas Amerika Serikat Belum Mau Dipimpin Perempuan"
Post a Comment