Dewasa ini Indonesia dilanda penyakit sosial akut berupa judi
online. Oknum-oknum pelaku tidak
mengenal kelas dan golongan: tua-muda, laki-perempuan, kaya-miskin,
pejabat-bukan pejabat, benar-benar terjebak judi online. Ada apa dengan bangsa
ini? Katanya kehidupan kesehariannya berlandaskan Pancasila. Kok begini? Inilah
yang disebut anomali, menyimpang dari yang semestinya. Mengapa bisa terjadi? Secara
akal sehat, ada beberapa faktor atau variabel untuk menjawab pertanyaan ini.
Sebut saja, minimnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran di Indonesia. Data
BPS per Agustus 2023 menunjukkan sebanyak 9,89 juta generasi Z (usia 15-24
tahun) tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan alias menjadi
pengangguran.
Sumber gambar: ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA |
Selain itu, belakangan marak terjadi pemutusan hubungan kerja
(PHK) oleh perusahaan terhadap para pekerja produktif sehingga membuat mereka
yang terdampak rentan berpikir instan,
ingin cepat memiliki uang dengan cara praktis seperti dengan cara berjudi. Ini
jika dilihat dari sisi mereka yang sedang tidak beruntung secara ekonomi.
Kondisi terdesak dan darurat nafkah membuat mereka terjebak jalan pintas judi
online. Faktanya, para pelaku judi online ternyata juga melibatkan mereka yang
tergolong mampu secara ekonomi. Misalnya, anggota parlemen, pejabat, Pegawai
Negeri Sipil (PNS), karyawan swasta, pengusaha, dan sebagainya. Mengapa mereka
bisa terjerat judi online? Bukankah sudah tercukupi secara finansial?
Hemat penulis, mereka bisa terjebak judi online karena rapuh,
lupa diri, dan tidak menyadari dirinya adalah anak bangsa yang semestinya
komitmen dengan ajaran luhur Pancasila. Sila-sila Pancasila yang menjadi
fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hanya dijadikan sebatas
pajangan alias tidak diwujudkan dalam tingkah laku nyata sehari-hari. Sebagai
dasar negara, Pancasila jelas mengajarkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
sila pertama yang harus senantiasa menjadi pedoman bagi setiap warga negara
Indonesia.
Bahwa tidak ada atu agama pun yang diakui oleh negara yang
membolehkan pemeluknya melakukan judi. Bahwa Tuhan senantiasa mengawasi tingkah
laku hamba-hamba-Nya dan Tuhan pasti akan membalas umat manusia sesuai amal
perbuatannya sehingga tidak ada alasan bagi umat beragama untuk melanggar ajaran
agama. Sila ini sejatinya menjadi kunci dasar atas semua sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Jika sila ini diwujudkan secara utuh, maka sila yang
lain bisa dengan mudah diwujudkan. Kedudukannya sebagai sila pertama dapat
dipahami bahwa segala persoalan bangsa pada ujungnya akan lari pada sila
pertama sebagai jalan keluarnya.
Kesulitan ekonomi misalnya akan selesai jika setiap warga
dekat dengan Tuhan, konsekuen menjalannkan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Bukan menyelesaikan masalah dengan membuat masalah baru yang dampaknya sangat
fatal dan merusak. Kesulitan ekonomi, ingin cepat mapan, ingin cepat terlepas
dari krisis ekonomi dan hidup bahagia jalan keluarnya bukan dengan bermain judi
slot, jackpot dan lain-lain─melainkan dengan meminta tolong
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan bekerja keras di jalur legal. Tuhan tidak
pernah tidur, tidak pernah miskin, Maha Kaya, Maha Baik, dan Maha Segalanya. Kepada-Nya
setiap hamba mesti bersandar dan menggantungkan diri bukan kepada bandar judi
dan pinjaman online (pinjol).
Judi online belakangan sangat merusak, dampaknya benar-benar
menghancurkan kehidupan rakyat yang terjerat. Tidak sedikit pelaku judi online
yang harus bunuh diri akibat depresi karena kalah berjudi, sementara pada waktu
bersamaan ia harus melunasi pinjaman online berbunga tinggi yang ia jadikan
sebagai modal berjudi online. Tidak sedikit pelaku judi online yang menjadi
tidak waras, membunuh orang tua, membakar rumah sendiri karena tidak memiliki uang
untuk berjudi online bahkan ada yang terbunuh karena dibakar oleh pasangannya
yang merasa jengkel dengan perilaku berjudi yang dilakukannya.
Menyikapi judi online yang sangat destruktif ini, pemerintah
memang tidak tinggal diam. Beberapa langkah tegas sudah dilakukan, mulai dari
pemblokiran situs judi online, penangkapan terhadap oknum-oknum yang terbukti
mempromosikan judi online, menjadi bandar judi, hinggga telah dibentuk satgas
penanganan judi online. Namun demikian, memberantas judi online yang sudah
terlanjur mewabah dan merusak masyarakat tidak cukup hanya dengan melakukan
hal-hal tersebut.
Pemerintah perlu menempuh pendekatan yang tepat agar penyakit
ini segera lenyap dari bumi Indonesia. Hemat penulis, solusinya adalah dengan pendekatan
kesejahteraan. Jangan biarkan rakyat menganggur tanpa penghasilan, jangan
biarkan rakyat tidak memiliki pekerjaan. Sibukkan rakyat dengan kegiatan padat
karya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah perlu meninjau
efektivitas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) baik sebagai materi
pelajaran wajib di sekolah-sekolah atau sebagai materi kuliah wajib di
perguruan tinggi. Materi PPKN jangan hanya sebatas formalitas belaka, namun
benar-benar mesti dihayati dan diinternalisasi ke dalam jiwa masing-masing
peserta didik utamanya terkait substansi sila pertama Pancasila yang berperan
sebagai perisai dan jati diri bangsa.
0 Response to "Ironi Judi Online dan Solusinya"
Post a Comment