Konstitusi dan Demokrasi Dibegal, Rakyat Melawan | Paradigma Bintang

Konstitusi dan Demokrasi Dibegal, Rakyat Melawan

Beberapa waktu terakhir, kondisi politik demokrasi di Indonesia dalam gejolak yang sangat serius. Masyarakat sipil seperti mahasiswa, pelajar, akademisi, aktivis, artis, dan pihak-pihak yang merasa resah dengan kesemrawutan demokras Indonesiai tumpah ruah dalam aksi demonstrasi perlawanan rakyat ke Gedung DPR RI, KPU RI, dan sekitar istana negara. Mereka menyuarakan kegundahan mereka ihwal langkah sewenang-wenang DPR RI yang ingin menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 berisikan tentang syarat minimal yang mesti dipenuhi partai politik dalam mengusung kandidat calon di Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan serentak digelar pada 27 November 2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batasan usia kandidat calon boleh mendaftar Pilkada 2024. 

Demokrasi Indonesia dalam Tirani Kekuasaan
Sumber: Antara Foto/Galih Pradipta

Melalui putusannya, MK menetapkan syarat partai politik dan gabungan partai politik boleh mengusung kandidat calon di Pilkada 2024 berdasarkan perolehan jumlah suara sah di pemilu legislatif daerah, yaitu batas minimalnya sebesar 6,5%—10% perolehan suara sah dari sebelumnya wajib memiliki 20% perolehan kursi legislatif. Melalui putusan ini, MK membolehkan partai politik atau gabungan partai yang tidak memiliki kursi legislatif di DPRD mengusung kandidat calon untuk mengikuti kontestasi Pilkada sepanjang memenuhi ketentuan perolehan suara pemilu legislatif di daerah sebesar 6,5%—10%. MK juga menetapkan bahwa batas usia calon bupati/wali kota 25 tahun saat ditetapkan sebagai kandidat calon oleh KPU serta MK menetapkan batas usia calon gubernur 30 tahun saat ditetapkan sebagai kandidat calon oleh KPU. 

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menetapkan batas usia calon bupati/wali kota 25 tahun saat dilantik dan batas usia calon gubernur 30 tahun saat dilantik. Akibat putusan MK ini, pihak-pihak di parlemen yang kini mayoritas beranggotakan partai-partai pendukung pemerintah bernama Koalisi Indonesia Maju (KIM) merasa dirugikan karena ada agenda politik mereka yang terancam batal. Misalnya, KIM tidak dapat mencalonkan Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi yang digadang-gadang akan maju menjadi calon wakil gubernur di Pilkada Jateng 2024 karena usia Kaesang saat pendaftaran dan penetapan calon belum genap 30 tahun.

Menyadari kepentingan politik mereka terganggu, hanya selang sehari dari keluarnya putusan MK yang resmi dibacakan pada 20 Agustus 2024, Rabu, 21 Agustus 2024 anggota Badan Legislasi (Baleg) dan anggota Komisi II DPR RI DPR RI bersama pemerintah mengebut revisi Undang-Undang Pilkada untuk membatalkan putusan MK dan pada 22 Agustus 2024 hasil revisi tersebut akan mereka sahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Sayangnya, rakyat tidak tinggal diam. Malam hari sebelum revisi UU Pilkada disahkan, rakyat menggaungkan peringatan secara digital di kanal-kanal sosial media tentang kegentingan dan kondisi darurat di Indonesia jika revisi UU Pillkada disahkan DPR RI.

Melalui internet, para netizen memasang peringatan darurat Garuda Biru. Peringatan ini menjadi ramai di lini masa media sosial yang kemudian berlanjut pada pecahnya aksi unjuk rasa rakyat menolak pengesahan UU Pilkada oleh DPR RI yang bertujuan untuk membegal putusan MK. Seharian penuh rakyat melakukan demo penolakan, mereka melawan kesewenang-wenangan anggota DPR yang tidak mau mematuhi  amar putusan MK dengan merevisi UU Pilkada dalam waktu kilat hanya demi memenuhi ambisi politik kekuasaan mereka. Mereka lupa diri bahwa secara ketatanegaraan, putusan MK bersifat final dan mengikat serta secara hierarki, berada di atas putusan MA sehingga siapa pun yang terdampak oleh putusan MK harus patuh dan menerima.

Sebagai perbandingan, sebelumnya, DPR RI yang angota-anggotanya berisikan para pendukung pemerintah langsung tunduk tanpa protes saat MK membuat putusan bahwa seseorang boleh mencalonkan diri sebagai calon presiden/calon wakil meski belum genap berusia 40 tahun sepanjang memiliki pengalaman pernah menjadi kepala daerah atau pejabat publik yang dipilih melalui pemilu. Para anggota DPR RI langsung menaati putusan MK karena putusan MK dianggap sejalan dengan kepentingan mereka. Saat itu, yang diuntungkan dari keluarnya putusan MK adalah Gibran Rakabuming Raka, eks Wali Kota Solo yang kemudian menjadi cawapres pendamping Prabowo meski usianya masih 36 tahun.  Namun demikian, saat putusan MK tidak berpihak pada agenda politik mereka, para proksi pengguasa tersebut membuat siasat untuk mengakali MK dan membangkang darinya.

Hasilnya, suara rakyat memang suara Tuhan dan kedaulatan rakyat di atas segalanya. Saat akan disahkan, ternyata anggota DPR RI yang hadir tidak mencapai kuorum alias tidak mencapai batas minimal kehadiran anggota rapat untuk mengesahkan suatu undang-undang baru produk politik DPR RI. Di waktu yang bersamaan, gelombang suara rakyat terus bergema menyuarakan perlawanan kepada para anggota DPR yang sangat bernafsu merevisi UU Pilkada demi ambisi dan kepentingan politik mereka. Para demonstran gencar melakukan demonstrasi perlawanan dan bahkan mereka berhasil membobol pagar DPR, mereka juga mendesak pimpinan DPR yang terlibat aktif dalam revisi UU Pilkada untuk tidak melanjutkan revisi undang-undang tersebut.

Ujungnya, dalam kondisi yang sangat chaos dan cenderung anarkhis di mana banyak para peserta yang terlibat aksi demonstrasi ditangkap aparat keamanan, fasilitas publik terancam rusak, dan tumbangnya beberapa demonstran, pimpinan DPR RI menyatakan revisi UU Pilkada tidak jadi disahkan sehinggga norma yang berlaku untuk Pilkada serentak 2024 adalah putusan MK. Inilah buah dari suara perlawanan rakyat, siapa pun yang berniat menjadi penguasa yang sewenang-wenang, hanya ingin mementingkan keluarga dan kelompoknya maka bersiaplah untuk menghadapi gelombang protes dan penolakan dari rakyat. Rakyatlah yang memiliki kedaulatan sejati, bukan tirani dan penguasa diktator yang mabuk kekuasaan karena keblinger. Vox populi, vox dei. Selamatkan demokrasi Indonesia!


0 Response to "Konstitusi dan Demokrasi Dibegal, Rakyat Melawan"

Post a Comment