Tewasnya pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyah di Teheran,
Iran pada Rabu, 31 Juli 2024─beberapa saat setelah menghadiri
pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian pada 30 Juli 2024─berdampak serius terhadap
konstelasi politik kawasan Timur Tengah. Iran, negara yang sudah lama
bersitegang dengan Israel secara lantang merespon kematian Haniyeh dengan
sebuah ancaman bahwa negeri Persia tersebut akan membalas Israel.
Sikap keras Iran ini dapat dipahami sebagai wujud ketegasan
Iran yang merasa dihancurkan Israel di mana akibat terbunuhnya Ismail Haniyah
di bumi Iran, negeri ini kemudian berada dalam sorotan. Iran dianggap
gagal memberikan rasa aman─pertahanan dan keamanan mereka dinilai rapuh. Dampaknya, Iran
harus membayar mahal atas insiden tewasnya Ismail Haniyah yang kemudian membuat
Iran harus mengambil langkah keras terukur untuk menghukum Israel. Pernyataan-pernyataan
bernada ancaman terlontar dari pemimpin Iran bahwa mereka akan membalas Israel
yang dinilai telah kelewatan dan melampaui batas. Beberapa proksi pro Palestina
seperti Hizbollah, di Lebanon, Houthi di Yaman, dan Hamas juga murka atas
terbunuhnya Ismail Haniyah. Mereka kompak akan mengobarkan api perlawanan
terhadap Israel, negeri penjajah yang telah membunuh 39.699 warga Palestina
semenjak pecahnya serangan Hamas ke Israel 7 Oktober 2023 lalu (Reuters, 8
Agustus 2024).
Sumber: (Uncredited/Iranian Presidency Office) |
Terbunuhnya Ismail Haniyah tak pelak berpengaruh signifikan
terhadap semakin memanasnya tensi politik militer Timur Tengah karena pada
waktu bersamaan Israel yang diyakini Iran merupakan otak terbunuhnya Haniyah
merasa tidak mengatuhi apa-apa dan tidak mau bertanggung jawab atas tewasnya
pentolan politik Hamas tersebut. Demikian pula dengan Amerika Serikat, sekutu
Israel yang mengaku tidak tahu menahu. Dampaknya, Iran semakin resisten,
proksi-proksi Palestina juga semakin militan. Mereka bertekad menyerang Israel
yang kemudian direspon panas Israel dan
AS yang merasa siap sedia menghadapi serangan Iran dan kelompok-kelompok
militer pembenci Israel. Negeri Paman Sam pimpinan Joe Biden bahkan mengirimkan
jet tempur F-22 ke Timur Tengah sebagai antisipasi terjadinya eskalasi konflik
di Timur Tengah pascatewasnya Ismail Haniyah serta terbunuhnya komandan tinggi
Hezbollah Fuad Shukr.
Dan saat ini masyarakat dunia tengah menanti bagaimana Iran, Hamas, Houthi dan Hizbollah mewujudkan ancaman balasannya terhadap Israel serta bagaimana
Israel memberi respon jika Iran dan proksi lainnya benar-benar menyerang total
Israel? Menarik untuk dinanti. Namun, apa pun itu, ekses terbununya Ismail
Haniyah ini kemudian sangat berdampak terhadap tersendetnya upaya perundingan
menuju tercapainya gencatan senjata Hamas-Israel yang diharapkan adanya
ikhtiar perundingan kemudian dapat meredakan ketegangan antara kedua pihak tersebut. Namun nyatanya, Hamas semakin meradang, Israel semakin semena-mena
dan AS semakin berpihak pada Israel. Di tengah getirnya kondisi perang,
beberapa waktu lalu, Perdana Israel, Benjamin Netanyahu semakin membuat runyam
konflik dengan mengklaim Tepi Barat yang notabene wilayah kedaulatan Palestina
sebagai Tanah Air mereka. Suatu realitas yang bisa semakin memperkeruh konflik
dan stabilitas kawasan. Melihat kondisi pelik ini, penulis kemudian bertanya,
masihkah ada masa depan perdamaian Israel-Hamas? Masihkah ada asa Timur Tengah
menjadi kawasan yang stabil? mau dibawa konflik Hamas-Israel?
Penulis sangat ragu harapan-harapan baik di atas dapat
terwujud. Hal ini sangat beralasan karena faktanya masing-masing pihak yang
terlibat konflik memiliki dendam dan kepentingan politik yang sangat mendalam.
Iran misalnya, negeri ini merasa sangat sakit hati dengan kebiadaban Israel
menindas bangsa Palestina di mana negeri Yahudi tersebut tidak mau tebang pilih
dalam menghabisi warga Palestna. Mau rakyat biasa atau pemimpin politik yang
memiliki pengaruh di Palestina, cepat atau lambat Israel pasti menghabisinya.
Sakit hati ini lalu membuncah menjadi dendam politik kesumat
bagi Iran sehingga negeri tersebut berjanji akan menghancurkan Israel. Iran
semakin di atas angin ketika Rusia, sekutu terdekatnya ikut siap turun tangan
membantu Iran jika dibutuhkan negeri Syiah tersebut dalam mewujudkan balasan
kepada Israel. Lebih lanjut, Iran rupanya bukan aktor tunggal yang
berkepentingan, faksi-faksi politik militer seperti Hamas, Houthi, Hamas juga
memiliki kepentingan yang sama. Mereka juga berkepentingan ingin melenyapkan
Israel yang dianggap telah semena-mena melakukan genosida terhadap umat Islam
Palestina. Tak kalah dengan kelompok pro Palestina, Israel juga berkepentingan
mempertahankan diri dari serangan dan ancaman pihak-pihak yang dianggap
teroris, pengacau dan membahayakan keamanan serta pertahanan mereka. Kompleksitas
inilah yang selalu menjadi pemicu terjadinya ketegangan dan instabilitas di
Timur Tengah. Kita tidak dapat membayangkan apa jadinya jika Iran benar-benar
mewujudkan niatnya menyerang Israel yang tentunya akan diikuti dengan serangan
dari kelompok-kelompok militan seperti Houthi, Hizbollah, Hamas serta serangan
balasan Israel yang pasti akan dibantu oleh sekutunya. Kehancuran dan kerusakan
lah yang akan terjadi.
0 Response to "Dampak Instan Tewasnya Ismail Haniyah dan Masa Depan Timur Tengah"
Post a Comment