Di tengah
kecamuk perang Israel-Hamas yang pecah semenjak 7 Oktober 2023 dan telah
menelan nyawa puluhan ribu warga Palestina, sebuah momentum bersejarah berupa
opini hukum (advisory opinion) telah dikeluarkan oleh lembaga peradilan
tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 19 Juli 2024 (Reuters,
20 Juli 2024). Lembaga yudikatif tertinggi PBB bernama Mahkamah Internasional (ICJ)
yang berbasis di Den Haag, Belanda tersebut menyampaikan opini hukumnya bahwa
pendudukan Israel atas bumi Palestina yang berlangsung sekian dekade lamanya—statusnya
ilegal alias menyalahi hukum internasional sehingga mahkamah memina Israel
segera menghentikan segala bentuk penjajahan, pencaplokan, dan pendudukan atas
Palestina.
Sumber: REUTERS/PIROSCHKA VAN DE WOUW |
Sayangnya, opini
ICJ tersebut bersifat tidak mengikat sehingga tidak dapat mewajibkan Israel
untuk segera mematuhi apa yang diputuskan oleh ICJ. Artinya, meski ICJ telah menyampaikan
pandangan hukum bahwa Israel bersalah dan segala aksi penjajahannya terhadap
Palestina ilegal, namun lembaga tersebut tidak dapat menghukum Israel jika
negara zionis tersebut tidak menjalankan putusan ICJ. Putusan ICJ ini tak pelak
menuai respon beragam dari dunia internasional. Negara-negara seperti Australia,
Belgia, Brazil, Mesir, Islandia, Indonesia, Irlandia, Qatar, Yordania, Kuwait,
Liechtenstein, Malaysia, Norwegia, Spanyol, Slovenia, Inggris, Afrika Selatan,
Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Turki merespon positif rilis opini hukum ICJ
terkait pendudukan Israel atas Palestina. Mereka menyatakan menghormati hukum
internasional dan berharap pembangunan pemukiman ilegal Israel di wilayah
Palestina diakhiri (Aljazeera, 20 Juli 2024).
Seperti
biasa, hanya Amerika Serikat yang kontra dan mengkritisi ICJ. AS berdalih opini
hukum ICJ hanya akan mempersulit usaha penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Bahkan, negeri Paman Sam tersebut meminta ICJ untuk tidak memerintahkan Israel menarik pasukannya tanpa syarat
dari bumi Palestina. Beginilah realitas busuknya dunia yang dimonopoli oleh
Amerika Serikat. Sampai kapan pun AS tidak akan pernah membiarkan Israel
dihukum dan dikucilkan dunia internasional. Segala cara pasti AS upayakan untuk
membela kejahatan Israel. PBB sebagai organisasi internasional dan wujud
representasi dari tatanan dunia yang menaungi negara-negara bangsa yang menjadi
anggotanya baik melalui Sekjen Antonio Guterres dan terbaru ICJ sejatinya telah
berpihak pada Palestina dan melawan setiap pelanggaran norma internasional yang
dilakukan Israel terhadap Palestina.
Upaya
mereka hanya dihambat AS yang tidak pernah bahagia melihat bangsa Palestina
merdeka dan berdaulat. Lebih dari itu, penulis memiliki pandangan tersendiri
menyangkut telah keluarnya opini hukum 15 panel hakim ICJ yang dibacakan oleh Hakim
Ketua Nawas Salam tersebut. Hemat penulis, opini hukum ICJ tersebut menjadi
sia-sia belaka dan tidak berdampak apa-apa terhadap masa depan Palestina. Hal
ini karena opini hukum yang telah disampaikan ICJ merespon permintaan Majelis
Umum PBB tahun 2022 yang mengajukan permohonan pendapat hukum ICJ terkait
pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina yang kemudian menjadi pemicu
konflik menahun kedua entitas negara bangsa tersebut tidak dapat menggigit
Israel. Pendapat hukum ICJ hanya sebatas menghimbau dan tidak dapat memaksa
Israel mengikuti perintah ICJ. Akibatnya, ICJ tidak dapat menjatuhkan sanksi
dan menghukum Israel jika kemudian negeri pimpinan Benjamin Netanyahu tersebut tetap
bersikeras menduduki Palestina, tetap melanjutkan aktivitas pembangunan
permukiman warga Yahudi Israel di tanah Palestina.
Di titik
inilah penulis memandang langkah baik ICJ menjadi sia-sia dan menjadi paradoks
dengan semangat masyarakat internasional yang bercita-cita menciptakan tatanan
dunia yang benar-benar berkeadilan sesuai dengan Piagam PBB yang menghendaki
bahwa setiap negara anggota PBB memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri
di mana sampai detik ini hak tersebut belum sepenuhnya dinikmati oleh bangsa
Palestina akibat sikap sewenang-wenang Israel yang didukung oleh sekutu
abadinya Amerika Serikat. Dan sayangnya struktur internasional seperti PBB
tidak benar-benar tegas mendukung Palestina seperti yang dibuktikan dengan
keluarnya opini legal ICJ beberapa waktu lalu. Kondisi ini dapat penulis pahami
karena sampai saat ini, AS adalah sponsor terbesar pendanaan operasional PBB
sehingga menjadi masuk akal jika setiap putusan PBB masih berada di bawah
bayang-bayang AS dan tidak berani mengusik kepentingan negara adidaya tersebut
beserta sekutunya.
Menyikapi
tidak bertajinya kebijakan PBB terkait nasib Palestina, penulis senantiasa memandang
gagasan reformasi PBB yang pernah disampaikan Presiden pertama Indonesia
Sukarno dalam pidatonya yang berjudul “To Build the World a New” di
markas PBB pada 30 September 1960 akan senantiasa relevan dalam menjawab setiap
tantangan dan persoalan dunia yang semakin hari semakin kompleks. Bahwa PBB
tidak hanya milik satu negara bernama AS dan negara anggota PBB lainnya hanya
menjadi penonton. Reformasi PBB dengan tidak menjadikan negara—negara tertentu
memiliki keistimewaan atas negara lain, memandang semua negara anggota PBB
setara dan tidak melulu menggantungkan operasional pendanaan PBB hanya pada
negara yang dianggap superpower menjadi keniscayaan sehingga setiap keputusan
yang diambil oleh lembaga atau institusi di bawah naungan PBB memiliki kekuatan
dan wibawa yang mengikat semua negara anggota PBB tanpa terkecuali.
Penulis
berkeyakinan, hanya dengan langkah seperti ini, PBB sebagai organisasi
perserikatan bangsa-bangsa dapat menyelesaikan setiap persoalan anggotanya
tanpa perlu diganggu oleh satu kekuatan tertentu. Konflik panjang
Israel-Palestina yang telah berlangsung lama hanya akan selesai jika PBB
direformasi yang diwujudkan dengan ketegasan PBB dan badan-badan organisainya
seperti ICJ atau Mahkamah Internasional dalam menindak pihak yang memang
terbukti salah dan melanggar hukum internasional. Tanpa reformasi PBB,
kebijakan yang dikeluarkan PBB hanyalah bersifat formalitas karena tidak berani
mengikat pihak—pihak terkait sehingga permasalahan akut seperti konflik
Israel-Palestina sampai kapanpun tidak akan pernah mendapatkan solusi
penyelesaiannya. Konflik dua negara tersebut tidak akan pernah usai karena PBB
yang seharusnya dapat bersikap tegas kepada pihak yang terbukti salah tidak
dapat menghukum yang bersangkutan sehingga pihak yang memang terbukti benar
sampai kapan pun tidak pernah mendapatkan hak-haknya lantaran adanya pihak
dalam struktur organisasi PBB yang menghambat.
0 Response to "Paradoks Opini Hukum ICJ terkait Pendudukan Israel atas Palestina dan Solusinya"
Post a Comment