Pancasila
diciptakan secara sengaja untuk dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Adalah Jepang─negara penjajah yang bervisi
ke depan yang menyadari tak akan lama bercokol di Hindia Belanda−dan dengan
dorongan semangat para pejuang yang ingin memerdekakan Tanah Air dari
cengkraman penjajah sehingga dibentuklah badan khusus untuk mempersiapkan
lahirnya negara baru lengkap dengan dasar dan falsafahnya.
Sumber foto. X Twitter Setkab |
Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah badan
resmi bentukan Jepang yang ditugaskan membentuk dasar negara. Badan ini dalam
sejarahnya sukses menjalankan mandat menyusun dasar-dasar negara. Melalui
dialektika panjang─perdebatan berkualitas untuk menemukan titik temu, dan
diakhiri dengan semangat musyawarah mufakat─para pendiri bangsa lalu sepakat
menyusun lima sila penting sebagai dasar negara yang kemudian diberi nama
Pancasila atau lima asas berbangsa dan bernegara.
Dari
kelima sila yang saat ini dapat kita baca bersama di mana bunyi sila pertama
hingga kelima secara berurutan berbunyi: Ketuhanan Yang Mahasa Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Pada mulanya tidaklah demikian.
Sila-sila
yang sekarang kita dapati adalah hasil penggodokan dan pergulatan intelektual
para pejuang bangsa yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI. Dari pidato-pidato
tentang dasar negara yang disampaikan oleh para tokoh, semuanya memiliki
kemiripan substansi, hanya redaksi atau pilihan diksi yang membedakan. Supomo
misalnya, mengusulkan isi dasar negara berupa: Persatuan, Kekeluargaan,
Keseimbangan Lahir dan Batin, Musyawarah, Keadilan Rakyat.
Moh.
Yamin mengusulkan dasar negara berisikan: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan
Persatuan Indonesia, Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Terakhir,
Ir. Sukarno mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka berisikan: Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi,
Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Nama
Pancasila baru muncul pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, saat Ir. Sukarno
menyampaikan pidato tentang dasar negara yang beliau beri nama Pancasila.
Penamaan dasar negara dengan Pancasila ini kemudian disepakati forum yang hadir
dengan isi sila-silanya yang kemudian akan disempurnakan oleh tim khusus berupa
Tim Sembilan.
Setelah
melalui serangkaian diskusi, para pejuang bangsa yang tergabung dalam Tim
Sembilan lalu menetapkan dasar negara Pancasila berisikan Ketuhanan Yang Maha
Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia dalam satu susunan Pembukaan UUD 1945 yang kemudian
dikenal sebagai Piagam Jakarta pada Sidang Kedua BPUPKI 22 Juni 1945.
Rumusan
Pancasila sebagaimana tertuang dalam Piagam Jakarta tersebut rupanya belum
sepenuhnya final dan mengikat karena terjadi dinamika kebangsaan sehari setelah
Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Ir. Sukarno. Sore hari pada 17 Agustus
1945, Moh. Hatta menurut suatu riwayat mendapat kabar telepon dari Nishiyama,
seorang pembantu Laksamana Maeda yang meminta kesediaan Hatta menerima opsir
Kaigun/Angkatan Laut Jepang yang berencana akan menyampaikan satu informasi
penting bagi Republik Indonesia.
Singkat
cerita, opsir Jepang tersebut mengabarkan bahwa adanya kalimat dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya yang tercantum dalam
konstitusi/UUD 1945 membuat mayoritas masyarakat yang memeluk agama Kristen di Indonesia
Timur merasa dibeda-bedakan jika kalimat tersebut tetap ada dalam konstitusi.
Mereka merasa lebih baik berpisah dengan Republik Indonesia jika kalimat
tersebut tetap dipertahankan di lembaran konstitusi.
Menyikapi
hal tersebut, keesokan harinya, tepat pada 18 Agustus 1945, dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan agenda memilih Ir. Sukarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden, mengesahkan UUD 1945─dengan penuh kebijaksanaan, tokoh nasional dan religius seperti
Moh. Hatta, Abikusno Cokrosuyoso, H. Agus Salim, Kahar Muzakir berembug dan
menyepakati bahwa redaksi Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan
Syariat Islam bagi Pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan
ini kemudian diterima secara aklamasi dan pada hari itu, bersamaan dengan
disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara, Pancasila sebagai dasar negara
resmi berisikan sila-sila seperti yang saat ini kita saksikan bersama.
Lantas,
apa makna dari ini semuanya? Maknanya adalah negara Republik Indonesia
dilahirkan dengan tujuan untuk merangkul semua kelompok dan golongan masyarakat
Indonesia tanpa pandang bulu. Semuanya dianggap sebagai sesama anak bangsa
tanpa melihat suku, agama, ras, dan antargolongan. Semuanya harus bersatu dalam
satu kesatuan tekad berupa berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang merdeka, bersatu, adil, makmur dengan berdasarkan nilai-nilai ketuhanan
sesuai dengan ajaran agama masing-masing (sila pertama), kemanusiaan (sila
kedua), persatuan (sila ketiga), musyawarah mufakat (sila keempat), dan
keadilan sosial (sila kelima). Inilah hakikat politik Pancasila di mana yang
pertama harus dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia adalah berketuhanan,
patuh pada Tuhan masing-masing sesuai dengan agama yang diyakinya.
Penulis
meyakini, jika hal ini sukses dijalankan maka pelaksanaan empat sila tersisa
dengan sendirinya akan mengikuti. Jadi tampak sangat gamblang bahwa hakikat
politik Pancasila adalah menjadikan rakyat Indonesia komitmen dengan ajaran
agama yang dianutnya─ada apa-apa kembali ke agama─bingung ini bingung itu
jawabannya adalah agama alias kembali kepada Tuhan bukan kepada yang lainnya.
Mengapa ketuhanan menjadi hal pokok pertama dalam Pancasila? Jawabannya karena
tidak ada ajaran agama apapun yang menyuruh kepada keburukan, setiap agama
menyuruh setiap umatnya selalu melakukan kebaikan dan menjauhi kebatilan.
Dengan
mengamalkan perintah agama yang sangat sesuai dengan amanat sila pertama
Pancasila, maka tidak ada alasan lagi kasus korupsi, terorisme, peredaran
narkoba, pembunuhan, perselingkuhan, judi, penipuan dan perilaku menyimpang
lain masih terjadi. Hal ini karena nilai agama sebagaimana termaktub dalam sila
pertama Pancasila benar-benar dijalankan secara konsekuen oleh setiap rakyat
Indonesia. Di hari lahir Pancasila ke-79 ini, di tengah masih banyaknya
problematika bangsa dewasa ini, mari kembali ke jati diri Pancasila yang
sesungguhnya. Mari jadikan politik Pancasila sebagai solusi dari setiap
persoalan bangsa.
0 Response to "Hakikat Politik Pancasila"
Post a Comment