Dua tahun lebih kecamuk perang Rusia-Ukraina mewarnai
konstelasi politik dunia. Namun begitu, konflik geopolitik dua negara yang dulu
pernah bersatu dalam imperium Uni Soviet tersebut belum juga menunjukkan
tanda-tanda akan berakhir. Bahkan, beberapa waktu lalu (29 Februari 20024),
dalam sebuah orasi tahunan kenegaraan di hadapan anggota Majelis Federal Rusia,
Presiden Rusia, Vladimir Putin menyampaikan kegeraman dan peringatan kerasnya
kepada negara-negara Barat (NATO) agar tidak semakin memperpanas situasi perang
Rusia-Ukraina dengan mengirimkan pasukan militer mereka ke Ukraina.
Sumber foto: Kementerian Darurat Rusia/TASS |
Putin, dengan tegas mengancam akan menggunakan senjata nuklir
terbaik yang dimiliki Rusia jika
peringatannya tersebut tidak digubris oleh negara-negara Barat. Selain
itu, ia juga mengancam jika militer mereka ikut membantu berperang di Ukraina,
maka perang akan bereskalasi luas alias perang tidak lagi antara Rusia vs Ukraina
melainkan antara Rusia vs NATO yang dampaknya tentu bisa merusak peradaban
sebagaimana disampaikan Putin dalam pidatonya. Selama ini, negara-negara Barat
yang tergabung dalam aliansi NATO dengan dikomandoi Amerika Serikat hanya
terlibat pasif dalam perang Rusia-Ukraina. Keterlibatan mereka hanya sebatas
memberi bantuan dana, logistik persenjataan, tidak sampai pada pengiriman
personil militer. Mereka sadar betul, jika mereka memaksakan personil mereka
ikut terlibat dalam perang Rusia-Ukraina, maka perang akan menjadi Rusia vs Barat
atau Rusia vs NATO.
Ancaman Putin sejatinya tidak berdiri sendiri tanpa sebab, ia
mengeluarkan ancaman nuklir untuk merespon Presiden Prancis Emmanuel Macron yang
sempat menyampaikan usulan pengiriman pasukan militer NATO ke Ukraina. Sebagai
pemimpin independen yang tidak mau diprovokasi Barat dan memiliki ambisi ingin
segera menuntaskan misi peperangan dengan menguasai Ukraina, Putin lalu
mengeluarkan ancaman konkret sebagaimana telah penulis jelaskan di atas.
Inilah ancaman serius Putin pasca dua tahun operasi militer
khusus Rusia ia luncurkan untuk menyerang Ukraina pada 24 Februari 2024.
Pertanyaannya sekarang, apakah ancaman Putin tersebut hanya gertak sambal atau berpotensi
menjadi kenyataan? Secara akademik, apa yang disampaikan Putin tersebut
termasuk bagian dari upaya deterrence atau strategi menggertak lawan
dengan suatu ancaman besar agar lawan berperilaku sesuai dengan yang
dikehendaki penggertak. Dalam konteks politik strategis, upaya deterrence
lazim terjadi dan biasanya dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuatan politik
militer di atas rata-rata. Selain itu, ancaman biasanya disampaikan melalui
komunikasi politik oleh pemimpin atau otoritas tertinggi.
Ancaman juga dapat diklasifikasi menjadi dua, kredibel atau
tidak kredibel. Apakah ancaman yang dilayangkan Putin tergolong kredibel atau
layak dipercaya akan dilaksanakan? Jawabannya, iya sangat kredibel. Rusia saat
ini menjadi salah satu negara dengan kekuatan militer terbaik nomor dua dari
145 negara setelah Amerika Serikat (Global Fire Power, 2024). Mereka memiliki
komposisi kekuatan militer (darat, laut, udara) dengan kualitas merata serta
didukung dengan anggaran militer fantastis meski di saat bersamaan mereka harus
menghadapi banyaknya sanksi ekonomi Barat. Atas dasar inilah, sejatinya
negara-negara Barat yang tergabung dalam aliansi NATO tidaklah main-main dengan
menganggap remeh Rusia, memancing amarah Rusia.
Ingat, jika Rusia menggunakan senjata nuklirnya, dampaknya
sungguh-sungguh sangat destruktif, tidak saja Ukraina yang kini sudah
porak-poranda akan semakin hancur. Lebih dari sekadar itu, Eropa dan
negara-negara Barat lainnya akan mengalami kehancuran. Rusia sebagai pewaris
Uni Soviet, tidak pernah main-main dengan urusan pertahanan keamanan. Invasi
Rusia ke Ukraina dua tahun terakhir terjadi akibat ambisi NATO ingin memperluas
keanggotaannya ke Eropa Timur dengan menjadikan Ukraina sebagai anggota NATO
adalah bukti nyata Rusia tidak akan segan-segan mengambil tindakan militer yang
terukur. Negara-negara Barat mesti mengingat dampak serangan Jerman terhadap
Uni Soviet dalam Perang Dunia II yang kemudian direspon Uni Soviet dengan
menghancurkan Jerman termasuk di dalamnya pemimpin mereka Hitler yang memilih
bunuh diri saat mengetahui kekalahan berada di depan mata. Mereka juga perlu
mengingat memori saat Amerika Serikat menjatuhkan bom atom ke Kota Nagasaki dan
Hiroshima yang sangat menghancurkan Jepang yang kemudian menandai berakhirnya PD
II di Front Timur. Kira-kira seperti gambaran dari efek dari ancaman penggunaan
nuklir Rusia jika NATO mengirimkan pasukannya ke Ukraina.
Sebagai bagian dari warga dunia, penulis berharap
negara-negara Barat yang tergabung dalam NATO dan selama ini menjadi pembela
Ukraina dapat berpikir jernih, mengandalkan akal sehat dengan mempertimbangkan
secara matang segala rencana aksi yang akan diambil terkait perang
Rusia-Ukraina. Jangan sampai demi membela Ukraina dari serangan Rusia,
peradaban Eropa dikorbankan, stabilitas dunia diabaikan. Sebagai masyarakat
internasional yang menjunjung nilai-nilai perdamaian, jangan pernah kita
membiarkan potensi Perang Dunia jilid III terjadi. Bagaimana pun, Rusia masih
memiliki negara-negara sekutu yang setia beraliansi dengannya.
Jika Rusia dan NATO terlibat perang akibat provokasi NATO dalam perang Rusia-Ukraina, maka aliansi Rusia secara otomatis akan ikut terlibat membantu Rusia yang kemudian menandai terjadinya Perang Dunia III. Penulis berharap hal ini tidak sampai terjadi, semoga perang Rusia-Ukraina segera selesai, negara-negara Barat tidak lagi memprovokasi Rusia dengan hal-hal yang dibencinya. Dengan begitu, kondisi dunia yang saat ini sedang tidak baik-baik saja akibat konflik geopolitik di Timur Tengah dan Eropa Timur segera membaik. Semoga!
0 Response to "Catatan Dua Tahun Perang Rusia-Ukraina: Antara Ancaman Nuklir Putin dan Harapan Membaiknya Stabilitas Dunia"
Post a Comment