Untuk kesekian kalinya, konflik
terbuka antara kelompok Hamas dan tentara Israel terjadi lagi. Pada 7 Oktober
2023, milisi Hamas memasuki wilayah Israel dan menyerang kota-kota Israel dekat
Jalur Gaza. Hamas, salah satu faksi politik militer yang sangat militan di
Palestina dan mengendalikan otoritas kekuasaan di Gaza melancarkan ribuan roket
ke Israel. Serangan Hamas kepada Israel ini diklaim sebagai serangan paling
mematikan dalam sejarah 75 tahun Israel berdiri. Sebagai respon, Israel kemudian
membalas serangan Hamas dengan menyerang habis Gaza yang diyakini Israel
sebagai basis para milisi Hamas.
Secara sekilas, Hamas memang pihak
pemicu pecahnya perang mematikan yang kemudian dilancarkan Israel ke wilayah
Gaza. Namun demikian, aksi Hamas ini tidak cukup dihakimi sampai di situ. Hamas
menggelorakan serangan kepada Israel karena mereka merasa telah kehilangan harapan
bagaimana mewujudkan tanah Palestina menjadi merdeka, berdaulat, dan berdiri
sama tinggi dengan negara-negara lain di dunia. Hamas telah jenuh dengan
kesewenang-wenangan Israel dan ketidakjelasan negara-negara Barat utamanya
negara-negara sekutu Israel di Dewan Keamanan PBB dalam hal implementasi solusi
dua negara.
Sumber gambar: nytimes.com |
Amerika Serikat melalui Presiden
Joe Biden hanya berkoar perlunya penerapan solusi dua negara dalam mewujudkan
perdamaain Israel-Palestina. Namun, aksi konkretnya tidak ada. Amerika Serikat malah
membantu Israel dengan mengirimkan bantuan persenjataan ke Israel sebanyak 15.000
bom, 57.000 artileri, dan bom penghancur bunker seberat 2.000 pon atau hampir 1
ton (Sumber: cnbcindonesia.com). DPR AS beberapa waktu lalu bahkan menyetujui
paket bantuan militer sebesar 14,3 miliar USD (225,4 triliun rupiah) untuk Israel
guna menghadapi Hamas (Sumber: antaranews.com). Inilah standar ganda Amerika
Serikat, di satu sisi ingin mewujudkan solusi dua negara. Namun, di sisi lain
selalu ingin mendukung Israel dalam kondisi apapun.
Melihat kondisi politik yang sangat
timpang, jauh dari prinsip keadilan ditambah lagi dengan standar ganda sekutu
Israel seperti Amerika Seriikat, Inggris, Prancis dalam keanggotaan tetap di
Dewan Keamanan PBB yang selalu memveto setiap solusi damai dan berkeadilan
untuk terwujudnya negara Palestina yang berdaulat, tidaklah mengherankan jika
kemudian orang-orang waras seoerti kelompok Hamas di Palestina jengah dan
melawan semua sikap politik Israel serta para sekutunya. Akumulasi dari semua
ini adalah Hamas menyerang Israel dan mereka siap dengan segala konsekuensinya.
Semenjak pecahnya perang antara
Hamas-Israel, tidak sedikit korban jiwa yang berjatuhan. Berdasarkan data,
sebanyak 1200 jiwa warga Israel termasuk warga sipil dan militer tewas akibat
serangan Hamas. Sementara sebanyak 15.500 jiwa warga Palestina di mana mayoritasnya
anak-anak dan perempuan tewas akibat serangan Israel (Sumber: aljazeera.com).
Setelah pecahnya perang mematikan
Hamas-Israel, seperti biasa masyarakat internasional bereaksi. Begitu banyak respon
dunia terhadap konflik mematikan yang melibatkan Hamas-Israel ini. Ada negara-negara
Islam baik yang bertetangga dekat dengan Palestina maupun negara Islam yang
berjauhan secara geoogafis dengan Palestina yang simpati dengan penderitaan
warga Palestina di Gaza. Ada pula negara-negara non-Islam seperti Rusia, Tiongkok,
negara-negara Eropa yang menyampaikan keperihatinannya kepada warga Gaza yang
menjadi korban keganasan serangan Israel.
Di antara negara-negara Islam
yang sangat vokal menyuarakan perlawanan
atas agresi Israel kepada warga Palestina di Gaza adalah Indonesia. Sebagai
negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat mengecam aksi
militer Israel yang menyerang secara brutal wilayah Gaza tanpa memedulikan
apakah yang diserang itu seorang kombatan Hamas atau bukan. Tragisnya, serangan
Israel banyak yang menyasar warga sipil Gaza yang tak berdosa, bukan milisi
Hamas yang mereka habisi. Bangunan-bangunan sipil seperti perumahan warga, infrastruktur
penting seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, kamp pengungsi, instlasi
listrik luluh lantak akibat serangan militer Israel.
Indonesia tanpa ragu melawan
kesewenang-wenangan Isarel atas warga Palestina di Gaza. Secara diplomatik,
Indonesia melalui kepala negara dan menteri luar negeri telah menyuarakan protes
keras terhadap kekejaman Israel dengan menyatakan bahwa Indonesia akan terus
bersama Palestina sampai negeri tersebut mendapatkan kemerdekannya.
Indonesia juga mengajak negara-negara
Arab yang tergabung dalam forum Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
mendukung terwujudnya solusi dua negara (Israel-Palestina). Bahkan dalam forum
multilateral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Indonesia melalui Menlu RI dengan
lantang mendesak Dewan Keamanan PBB mengambil sikap untuk menghentikan
kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel di Gaza, meminta anggota Dewan
Keamanan PBB menggunakan kekuatan besar yang dimiliki untuk menghentikan
kekerasan dan pembunuhan Israel atas manusia-manusia tak berdosa di Gaza.
Lebih lanjut, Indonesia secara
tegas menyerukan gencatan senjata permanen, penghentian kekerasan, bantuan
kemanusiaan tanpa hambatan dan segera diwujudkannya solusi dua negara.
Indonesia juga menyentil sikap diam negara anggota PBB melihat kekejaman dan
kebiadaban Israel yang telah membunuh belasan ribu warga Palestina di Gaza.
Secara teknis dan konkret,
Indonesia membuktikan diri bisa berbuat sesuatu untuk Palestina dengan
mengirimkan paket bantuan kemanusiaan tahap pertama berkapasitas 51,5 ton yang berisikan
bahan makanan, alat medis, selimut, tenda, dan barang logistik lainnya pada 4
November 2023. Indonesia juga pada 20 November 2023 telah mengirimkan paket
bantuan kemanusiaan tahap kedua berkapasitas 21,7 ton (gabungan dari 3,3 ton
dari pemerintah dan 18,4 ton dari sumbangan masyarakat) berisikan obat-obatan,
perlengkapan kesehatan, makanan kaleng, matras, hygiene kit, selimut,
makanan siap saji, dan logistik lainnya (Sumber: kemlu.go.id).
Inilah aksi nyata
internasionalisme bangsa Indonesia, tidak hanya puas hanya berkoar secara
lisan, mengutuk Israel dengan kecaman, namun, diiringi dengan aksi konkret dan
terukur untuk memastikan bangsa Palestina tidak diperlakukan semena-mena. Bahwa
penghormatan atas kemanusiaan tidak mengenal ruang dan waktu, harus senantiasa
menjadi prioritas dan landasan perjuangan Indonesia. apalagi, secara identitas
keagamaan, Palestina dan Indonesia memiliki kesamaan sebagai bangsa dengan
mayoritas sebagai pemeluk agama Islam.
Dari apa yang telah diupayakan
Indonesia untuk menghentikan perang Israel-Hamas, PBB mengeluarkan resolusi tentang
jeda kemanusiaan dan pembebasan sandera pada 27 Oktober 2023. Meski sempat
ditolak, Israel akhirnya menyetujui resolusi ini pada 9 november 2023 di mana
setiap empat jam per hari ada jeda perang demi kemanusiaan seperti
diperbolehkannya bantuan kemanusiaan masuk melalui Jalur Gaza. Lebih lanjut,
pada 24 November 2023, Israel-Hamas sepakat melakukan gencatan senjata. Sayangnya,
kesepakatan gencatan senjata ini berakhir pada 1 Desember 2023 dan tidak
diperpanjang sehingga perang Israel-Hamas berkecamuk lagi. Israel terus
menyerang Gaza secara membabi buta yang mengakibatkan banyaknya rakyat sipil
Gaza yang tewas terrbunuh.
Merespon perang Israel-Hamas yang
semakin berlarut-larut dan melihat dampak kerusakan yang ditimbulkan sangatlah
dahsyat utamanya bagi rakyat Gaza, Indonesia Kembali bersuara tegas. Dalam pidato
di forum PBB 28 November 2023, Menlu Indonesia Retno Marsudi menyampaikan
kegelisahan Indonesia atas apa yang telah Israel lakukan terhadap warga Gaza
dengan menyerukan pentingnya pelaksanaan empat poin utama, yaitu gencatan
senjata permanen, bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, pertanggungjawaban untuk
pelanggaran hukum dengan meminta Mahkamah Kriminal Internasional mengadili
Israel atas pelangggaran terhadap hukum humaniter internasional di Gaza,
pelaksanaan solusi politik dengan
mendukung pendirian negara Palestina yang setara negara-negara PBB lain dan
penghentian pendudukan Israel atas tanah Palestina.
Narasi di atas menunjukkan wujud nyata internasionalisme atau rasa kemanusiaan serta komitmen tulus bangsa Indonesia dalam membela Palestina dari kezaliman dan penindasan Israel. Ajaran internasionalisme pertama kali disampaikan Ir. Sukarno pada 1 Juni 1945. Pada waktu itu, dalam kesempatan menyampaikan gagasan tentang dasar-dasar negara di hadapan peserta Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), beliau memperkenalkan sila internasionalisme atau perikemanusiaan sebagai salah satu dasar negara. Ajaibnya, ajaran itu abadi hingga kini yang kemudian diwujudkan dengan praktik nyata oleh bangsa Indonesia dalam merespon masalah-masalah dunia, salah satunya persoalan kemanusiaan di Palestina.
0 Response to "Antara Konflik Hamas-Israel dan Internasionalisme Bangsa Indonesia"
Post a Comment