Beberapa waktu terakhir, bangsa Indonesia terlibat polemik tajam tentang keberadaan timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20 tahun 2023 di mana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah. Ada yang terang-terangan menyatakan sikap penolakan terhadap kehadiran timnas Israel dalam Piala Dunia U-20 yang menurut rencana akan dilangsungkan pada Mei-Juni 2023 mendatang. Ada pula yang bersikap permisif, membolehkan kehadiran timnas Israel dengan dalih olahraga dan politik merupakan dua hal yang tidak dapat dicampuradukkan. Tokoh politik seperti Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo secara tegas menolak timnas Israel berlaga dalam Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Sumber:wikipedia freepic |
Mereka menolak karena alasan ideologis dan konstitusional,
Israel sampai saat ini adalah negara penjajah yang dengan tega menjajah serta
menindas bangsa Palestina. Dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945, disebutkan
bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini landasan penolakan mereka terhadap timnas
Israel. Adapun yang bersikap menyambut timnas Israel berlaga di Indonesia
berdalih, menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 adalah peluang dan kesempatan
besar bagi kebangkitan sepak bola Indonesia. Jika Israel ditolak akan
berpotensi membatalkan status tuan rumah Indonesia dalam perhelatan akbar
tersebut.
Benar saja, mengetahui adanya penolakan dari beberapa elemen
bangsa Indonesia, FIFA selaku federasi sepak bola dunia membatalkan pengundian
tim konstestan Piala Dunia U-20 yang sedianya akan dilangsungkan di Bali, pada
31 Maret 2023. FIFA bahkan menghapus lagu “Glorious” yang menjadi soundtrack
Piala Dunia U-20 dari media sosial dan
laman resmi FIFA. Puncaknya, FIFA kemudian mencabut lisensi Indonesia sebagai
tuan rumah Piala Dunia 2023 meski Ketua PSSI Erick Thohir sudah melakukan lobi
dan negeosiasi langsung dengan Presiden FIFA Gianni Ifantino agar gelaran Piala
Dunia U-20 tetap diselenggarakan di Indonesia. Sayangnya, nasi sudah menjadi
bubur, penyelenggaran Piala Dunia U-20 tahun 2023 batal digelar di Indonesia.
Lalu, pandangan saya terhadap persoalan seperti apa? Baik, sesuai dengan tajuk
dari tulisan ini, maka saya berpihak pada pihak-pihak yang menolak timnas Israel.
Saya satu perspektif dengan Gubernur Ganjar dan Gubernur
Koster dalam memandang timnas Israel. Maksudnya bagaimana? Saya mendukung sikap
politik mereka menolak timnas Israel berpartisipasi dalam Piala Dunia U-20 di
Indonesia. Bagi saya, inilah wujud ketegasan yang mesti diterima oleh timnas
Israel karena bagaimanapun Israel sebagai negara bangsa adalah penjahat
kemanusiaan, perampas kemerdekaan rakyat Palestina, perusak masa depan bangsa Palestina.
Sepanjang Palestina belum merdeka, dan mereka tetap ditindas, tidak diakui
sebagai negara bangsa yang berdaulat maka sepanjang itu pula Israel harus
dilawan.
Saya konsisten menyuarakan sikap politik melawan Israel. Apa
yang dilakukan Gubernur Ganjar Pranowo dan Gubernur I Wayan Koster menurut saya sudah tepat, sudah
on the track. Bukankah ini bukan kali pertama Israel harus mengalami
penolakan saat harus berpartisipasi dalam kejuaraan olahraga di Indonesia?
Jauh-jauh hari, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno dengan lantang
menolak kehadiran kontingen Israel saat penyelenggaraan Asian Games IV 1962 di
Jakarta. Alasannya sangat konstitusional, Indonesia konsisten menentang segala
bentuk penjajahan Israel terhadap Palestina. Jadi, saya tidak sepakat dengan
narasi jangan campuradukkan urusan olahraga dengan politik.
Hemat saya, politik dan olahraga tidak bisa dipisahkan. Jika
olahraga dapat menghambat cita-cita politik bangsa ya harus tegas ditolak apa
pun dampak yang akan ditimbulkan. Indonesia harus berani melawan standar ganda
FIFA yang membatalkan timnas Rusia mengikuti play off Piala Dunia 2022
di Qatar sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina. Di sisi lain, FIFA membela
timnas Israel yang secara kasat mata melakukan penjajahan fisik terhadap bangsa
Palestina dengan membolehkan mereka tampil di ajang resmi FIFA. Mana sisi
kemanusiaan dan keadilannya? Indonesia sebagai pemilik sila kemanusiaan yang
adil dan beradab harus berani bersuara terkait hal ini. Inilah esensi politik
kemanusiaan dan keadilan amanat Pancasila yang disuarakan oleh Gubernur Ganjar
dan Koster.
Dengan segala hormat, saya ikut sedih dengan pembatalan
Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 akibat polemik penolakan terhadap
timnas Israel. Namun, menurut saya, hal ini tetap yang terbaik bagi Indonesia sebelum
dampak lebih buruk terjadi. Siapa yang dapat menjamin jika tidak ada penolakan
terhadap timnas Israel dan Indonesia tetap menyelenggarakan Piala Dunia U-20,
mereka para timnas Israel akan terjamin keamanan dan kenyamanannya selama
berada di Indonesia? Jika terjadi hal-hal yang lebih genting dan membahayakan,
tentu Indonesia akan jauh lebih menderita kerugian. Sebelum segala sesuatunya
terlanjur terjadi, menolak timnas Israel sedini mungkin merupakan pilihan
bijak. Iya kan, daripada pura-pura menerima, namun, saat hari H pelaksanaan ada
yang menolak, melakukan demonstrasi, dan menimbulkan dampak kerusakan serta
kerugian yang lebih besar, maka menyatakan sikap kesatria menolak timnas Israel
sebelum risiko terburuk terjadi adalah keputusan yang logis.
Presiden Indonesia, Ketua PSSI, pelatih, para pemain timnas
Indonesia U-20, pecinta timnas Indonesia, pelaku ekonomi, masyarakat Indonesia
boleh kecewa dengan pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20
sebagai dampak penolakan terhadap timnas Israel. Namun, yakinlah ini semua
adalah jalan keselamatan bagi bangsa dan negara Indonesia. Kita boleh
kehilangan potensi devisa ratusan triliun dari batalnya Indonesia menjadi tuan
rumah penyelenggaraan Piala Dunia U-20. Namun, martabat dan kehormatan bangsa
jauh lebih penting dari sekadar keuntungan materi. Meski akan ada sanksi
lanjutan dari FIFA, mari menatap masa depan sepak bola Indonesia dengan lebih
optimis!
0 Response to "Mendukung Sikap Politik Ganjar dan Koster"
Post a Comment