Beberapa waktu terakhir dunia dibuat terperangah dengan kebijakan politik Amerika Serikat yang memutuskan untuk menarik semua pasukan militernya dari Afganistan. Iya, per 31 Agustus 2021 lalu adalah tenggat akhir bagi AS untuk menarik para awak militernya dari bumi Afganistan. Namun, rupanya sebelum hari H itu datang pemerintah AS sudah menarik semua pasukannya. Kebijakan penarikan pasukan militer AS ini sebenarnya harus dilakukan pada 1 Mei 2021 lalu, namun Presiden Joe Biden melakukan renegosiasi untuk mundur sampai 11 September 2021 dan kemudian berubah lagi menjadi 31 Agustus 2021. Keputusan sudah diambil, kini Amerika Serikat secara resmi telah mengakhiri masa pendudukan 20 tahun di Afganistan.
Sumber: reuters.com |
Saya ingin mencoba flashback, pendudukan AS di bumi Afganistan bermula ketika dua gedung kembar AS (WTC dan Pentagon) diserang oleh pesawat sipil yang berhasil dibajak oleh kelompok teroris tepat 20 tahun lalu (11 Sepember 2001). Dari tragedi tersebut, AS kemudian mengeluarkan doktrin war on terror alias perang melawan teror. Imbasnya, segala yang dianggap sebagai biang keladi dan otak teror yang menyerang supremasi pertahanan dan ekonomi AS akan diburu dan dihancurkan. Saat itu, Osama bin Laden mengaku sebagai dalang dari penyerangan terhadap dua gedung kembar AS tersebut. Gayung bersambut, di saat itulah Amerika Serikat resmi memburu Osama bin Laden yang kemudian mendapat pembelaan dari rezim pemerintah Taliban yang berkuasa di Afganistan. Dengan dalih memburu teroris kelas kakap bernama Osama bin Laden, Amerika Serikat kemudian menyerang Afganistan, menghancurkan rezim Taliban, menduduki bumi Afganistan serta berharap Osama bin Laden dapat ditangkap dan diadili. Butuh waktu bertahun-tahun bagi AS memburu Osama bin Laden hingga akhirnya Osama berhasil ditemukan meski harus ditemukan tragis karena Osama bin Laden tewas dalam operasi militer AS bernama Navy Seal tahun 2011.
Keberhasilan pasukan militer AS menewaskan Osama bin Laden, sosok teroris yang sekian lama dicari rupanya tak membuat pemerintah AS menghentikan operasi militer di Afganistan. AS terus saja bercokol di Afganistan dan terus memperkuat rezim pemerintahan yang pro AS. Sementara itu, Taliban yang dicap sebagai kelompok teroris terus bersiap diri, menyusun siasat, dan melakukan konsolidasi untuk kembali merebut tampuk kekuasaan yang sudah lama mereka tanggalkan akibat intervensi politik AS yang berhasil memporak-porandakan Afganistan.
20 tahun lamanya Amerika Serikat menduduki Afganistan, berharap dapat menanamkan nilai-nilai Barat yang sekuler, liberal, antiteror, nonradikal, dan kekinian. Namun demikian, semua itu kini seperti debu beterbangan, pergi entah ke mana. Di saat AS memutuskan untuk angkat kaki dari Afganistan ternyata musuh lama (Taliban) yang mereka labelin sebagai teroris kembali naik ke tampuk kekuasaan tertinggi Afganistan. Mereka berhasil menggulingkan pemerintahan sah pimpinan Ashraf Gani yang didukung AS bahkan sebelum AS benar-benar menarik semua pasukannya dari Afganistan. Alhasil, rezim barbar kembali berkuasa dan kisah pilu warga Afganistan mulai dituliskan kembali. Hal ini karena tak lama setelah Taliban berkuasa praktik-praktik barbar jamak dilakukan Taliban dan kelompok afiliasinya terhadap warga Afganistan yang tidak pro terhadap mereka. Kelompok wanita seperti polisi wanita, penyanyi pria mereka siksa, dan warga sipil dibatasi ruang geraknya.
Alhasil, kini dunia menyaksikan terjadinya eksodus warga Afganisan yang lari meninggalkan negerinya untuk mencari perlindungan dan menggantungkan hidup ke negara-negara lain. Mereka semua tidak nyaman dengan kembali berkuasanya Taliban yang mereka anggap serba mengekang dan cenderung barbar sehingga harus mengungsi dari tanah air mereka. Apa yang terjadi di Afganistan belakangan ini menunjukkan dengan gamblang betapa durasi waktu 20 tahun Amerika Serikat menjadi polisi dunia yang memaksakan diri untuk membangun negara Afganistan (state building) sesuai selera mereka rupanya gagal total.
Kegagalan AS persis mengulang gagalnya Uni Soviet yang mencoba menduduki Afganistan selama 10 tahun pada masa Perang Dingin (1979-1989) yang membuat negeri beruang merah tersebut harus juga angkat kaki dari Afganistan. Ini artinya, tidak semua yang dipersepsikan ideal oleh suatu entitas politik tertentu cocok untuk diterapkan di negara lain karena kebutuhan setiap negara tidaklah sama. Memaksakan sebuah kehendak politik terhadap negara lain yang berlainan kultur dan kepentingan memang tidaklah baik. Apalagi dengan menduduki wilayah sah negara lain yang nyata-nyata masih berdaulat penuh. Sungguh hanya akan berdampak kontrapoduktif dan membuat penyesalan mendalam. Karena pada akhirnya rezim cadas lah yang menjadi pengendali politik Afganistan. Semua sudah terlanjur terjadi, kendali politik pemerintahan Afganistan kini berada di tangan Taliban, biarkan mereka mengurus sendiri urusan dalam negeri mereka.
0 Response to "Gagalnya AS Menjadi Polisi Dunia di Afganistan"
Post a Comment