Pancasila adalah
ideologi, falsafah, sekaligus penuntun kehidupan sehari-hari. Setiap anak
bangsa yang hidup di bumi Indonesia mau tidak mau, suka tidak suka haruslah
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Namun
demikian, belakangan Pancasila yang dicetuskan 76 tahun lalu oleh para pendiri
bangsa agar menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara tampak paradoks.
Praktik perilaku
masyarakat dewasa ini masih banyak yang tidak mencerminkan semangat Pancasila.
Hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta kekinian yang ada di sekitar kita
seperti: Banyak oknum pejabat yang berperilaku korup, terlibat suap,
menyalahgunakan kekuasaan, masih ada oknum-oknum masyarakat yang menggunakan
isu identitas dalam pemilu, terjebak radikalisme atas nama agama, membuat hoaks
dan menyebarkannya, bertindak seenaknya seperti menyakiti petugas medis saat
bertugas menangani pasien Covid-19, memukul petugas pemakaman jenazah Covid-19 saat
menjalankan tugas pemakaman, melakukan perusakan fasilitas umum saat menggelar
demonstrasi, melakukan aksi premanisme, pembegalan, pungutan liar (pungli) yang
meresahkan, menjadi kartel krematorium jenazah Covid-19, dan praktik-praktik
menyimpang lainnya. Inilah realitas yang terjadi di tengah masyarakat kita.
Pertanyaannya
sekarang, mengapa ada oknum-oknum masyarakat yang berperilaku demikian rusak
dan tentu tidak mencerminkan semangat Pancasila yang mengedepankan nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial? Jawabannya
karena Pancasila hanya dianggap sebuah istilah, pepesan kosong, tidak merasuk
ke dalam jiwa dan hati mereka. Hemat penulis, penyakit-penyakit sosial di atas
dapat dilawan dengan konsep Pancasila Terapan. Tulisan ini akan mencoba
menjabarkan konsep Pancasila Terapan sebagai langkah konkret pegamalan
Pancasila, solusi atas persoalan bangsa mutkahir, sekaligus sebagai telaah
kritis dalam mencermati praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila merupakan
ideologi serta konsep besar yang harus diturunkan dalam tindakan konkret dan
bahasa perbuatan. Kondisi bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku,
agama, ras, kelompok, dan golongan merupakan tantangan tersendiri dalam
pengamalan nilai-nilai Pancasila. Karena itu, kembali kepada Pancasila adalah
jawaban dari setiap problem bangsa. Pancasila mengajarkan setiap individu anak
bangsa untuk konsisten mengamalkan ajaran agama sesuai keyakinan masing-masing.
Dari enam agama yang diakui negara (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha,
Konghucu) tidak ada satu pun dari agama-agama tersebut yang mengajarkan
kebencian, barbarisme berujung perusakan, pembunuhan, penghakiman sepihak, dan
hal kontraproduktif lainnya. Karena itu, setiap anak bangsa haruslah mendalami
ajaran agama yang dianutnya dengan seutuhnya dan sebenarnya. Penulis
berkeyakinan, jika agama dipelajari dengan holistik, tidak parsial, setiap inidividu
umat beragama tidak akan mudah terprovokasi dengan ajaran, doktrin, dogma
keagamaan yang mendorongnya melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hukum.
Yakinlah bahwa agama adalah jalan Tuhan untuk mengasihi dan menyayangi umatnya.
Agama adalah kasih sayang Tuhan untuk umatnya agar hidup bahagia dan membuat
orang lain ikut bahagia.
Sangat disayangkan
belakangan ini beberapa aksi teror yang menimbulkan kekacauan, huru-hara, dan
marabahaya dilakukan oleh oknum masyarakat dengan membawa-bawa nama suci agama.
Atas dalih apa pun praktik terorisme tidak akan pernah dibenarkan oleh ajaran
agama mana pun. Agama juga mengajarkan umat manusia untuk bersikap jujur kapan
saja dan di mana saja, hal ini karena Tuhan tidak pernah tidur, Tuhan tahu
pasti apa pun yang dilakukan manusia. Segala tindak tanduk manusia selalu
berada dalam pengawasan-Nya. Sangat miris, di tengah kondisi sulit pandemi ada oknum
pejabat yang tertangkap aparat hukum karena berlaku korup, menyelewengkan
amanah kekuasaan yang dititipkan kepada oknum pejabat tersebut. Penyakit sosial
seperti ini hanya dapat dipecahkan dengan kembali ke ajaran agama yang mengajarkan
nilai-nilai integritas seperti kejujuran dan mengamalkannya sebagaimana pesan
sila pertama Pancasila.
Pancasila juga
mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan moral di mana setiap individu
masyarakat haruslah saling bertenggang rasa, memiliki kepekaan terhadap
sekitarnya, peduli dengan sesama saudara sebangsa. Dalam konteks seperti saat
ini di mana pandemi Covid-19 melanda dunia tak terkecuali Indonesia maka sudah
selazimnya warga yang sehat menolong warga yang sedang sakit karena terinfeksi Covid-19,
misal dengan memberikan donasi kemanusiaan, bantuan obat-obatan, makanan,
oksigen. Selain itu, menerapkan protokol kesehatan seperti bermasker, tidak
batuk sembarangan, tidak membuang limbah medis semaunya sendiri, menjaga jarak
aman agar tidak menimbulkan tersebarnya virus korona yang mengancam jiwa
manusia sekitar, tidak menyakiti petugas kesehatan yang sedang banting tulang merawat
pasien Covid-19, tidak diskriminatif terhadap pasien Covid-19 yang sedang
berjuang keras agar bisa sembuh dari Covid-19, tidak memperlakukan petugas
pemulasaran serta pemakaman jenazah Covid-19 secara tidak manusiawi, tidak
membuat hoaks tentang program vaksinasi Covid-19 yang menyesatkan sehingga membuat
orang lain enggan mengikuti vaksinasi dan mengakibatkan orang tersebut kemudian
rentan terpapar Covid-19 dengan gejala berat yang berujung pada kematian, serta
hal-hal lainnya berkaitan dengan kemanusiaan serta kesusilaan adalah wujud
nyata pengamalan nilai kemanusiaan dan kesopanan yang diamanatkan dalam sila
kedua Pancasila.
Lebih lanjut,
Pancasila juga mengajarkan nilai persatuan. Bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang bineka, kaya akan segala hal. Menurut data BPS berdasarkan Sensus
Penduduk tahun 2010, jumlah suku di Indonesia sebanyak 1331 suku. Adapun data
menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berdasarkan pemetaan dan verifikasi, jumlah
bahasa daerah di Indonesia sebanyak 652 bahasa daerah. Dengan melihat fakta
ini, kita dapat mengetahui bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang sangat
beragam.
Keberagaman harus
disikapi dengan saling menghargai dan menghormati, berbeda boleh karena
perbedaan adalah bagian dari hukum alam bahwa memang segala sesuatu tercipta
tidak ada yang sama. Karenanya, setajam apa pun perbedaan maka jalan keluarnya
adalah sikap respek dan toleran. Kita tidak bisa memaksa orang lain yang
berbeda pilihan politik, berbeda pendapat dan berbeda dalam hal lain harus sama dan
mengikuti kita. Yang bisa kita lakukan adalah menyadari dengan sebenarnya bahwa
perbedaan dengan orang lain adalah adalah hal lazim yang harus diterima dengan
saling menghormati dan mendukung. Selain itu, sebagai wujud mau menerima,
menghargai dan mendukung kebinekaan bangsa, tidak ada salahnya setiap anak
bangsa mempelajari budaya daerah lain. Dengan begitu, anak bangsa dapat lebih
memperluas zona persaudaraan dengan sesama anak bangsa, serta dapat mengetahui
ragam kebudayaan dari daerah atau suku lain. Penulis meyakini, hal ini tentu
akan sangat memperkukuh rasa nasionalisme masyarakat sehingga memperkuat rasa
memiliki terhadap sesama anak bangsa Indonesia.
Pancasila melalui
sila keempat mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan, kebijaksanaan, serta musyawarah
mufakat. Ini artinya, apa saja yang menyangkut kepentingan bangsa, berkenaan
dengan hajat hidup orang banyak haruslah diputuskan dengan cara musyawarah
mufakat melibatkan rakyat, menanyakan langsung aspirasi mereka,
mempertimbangkan semua masukan rakyat secara saksama. Adanya perwakilan rakyat
yang duduk di lembaga legislatif adalah representasi kedaulatan rakyat. Namun,
itu saja tidak cukup, pemerintah selaku pemimpin serta pelaksana amanat rakyat
harus juga mendengar bagaimana suara akar rumput di lapangan. Jika mayoritas
rakyat menghendaki pemerintah tidak perlu mengambil sebuah kebijakan karena
dianggap tidak berpihak kepada mereka maka sejatinya pemerintah tidak perlu
memaksakan kehendaknya. Jangan juga mengambil sebuah keputusan yang berdampak
besar terhadap kehidupan sehari-hari rakyat secara kilat, terburu-buru, tidak
terbuka, dan terkesan sepihak sehingga ketika sudah menjadi sebuah kebijakan
yang harus diikuti rakyat rawan digugat dan dipersoalkan karena dinilai
memiliki banyak celah dan kekurangan. Pengalaman seperti disahkannya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang menimbulkan gejolak dan polemik rakyat bahkan ada yang sampai
terluka, cedera, dan kehilangan nyawa dalam demonstrasi menolak kebijakan
tersebut harus menjadi pelajaran sekaligus refleksi bagi pemerintah sudah
sejauh mana mereka arif dalam melaksanakan kepemimpinan yang berpihak pada
rakyat. Melakukan konsolidasi politik dengan partai-partai koalisi pendukung
pemerintah itu perlu, namun mendengar suara rintihan dan teriakan rakyat juga
jauh lebih penting untuk memastikan bahwa pemilik kedaulatan sesungguhnya
adalah rakyat itu sendiri. Jangan apa-apa voting karena esensi demokrasi
Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan rakyat.
Pancasila
mengamanatkan juga tentang nilai-nilai keadilan sosial, ini berarti siapa pun
yang memiliki otoritas, siapa saja yang memiliki wewenang melakukan kerja-kerja
berkenaan dengan kepentingan publik, maka membuat keputusan terbaik yang tidak
saja menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain, namun menguntungkan
semua pihak adalah keniscayaan dalam bingkai kehidupan bangsa yang saat ini
sedang dirundung musibah nasional Covid-19. Penulis menghormati segala
kebijakan pemerintah mewujudkan keadilan sosial terkait penanggulangan Covid-19
yang sudah berjalan selama satu tahun empat bulan terakhir ini. Mulai dari masa
Pemberlakuan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga masa Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilanjutkan dengan program-program turunan
seperti pemberian bantuan-bantuan sosial berupa program keluarga harapan, bantuan
sosial tunai, bantuan beras, program kartu sembako, kartu prakerja, bantuan
langsung tunai (BLT) dana desa, BLT usaha mikro kecil, bantuan pulsa bagi
pelajar, mahasiswa, guru, dosen, subsidi gaji karyawan, dan sebagainya semuanya
dalah wujud nyata ikhtiar pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial di tengah
kondisi sulit saat ini. Terlepas masih ada kekurangan dan kelemahan dari
kebijakan pemerintah di atas, kita sebagai rakyat harus mendukung itikad baik
pemerintah mau melayani rakyatnya secara adil dan berharap pemerintah dapat
memetik hikmah dari setiap kritik dan masukan agar keadilan sosial benar-benar
terwujud di bumi Indonesia.
Kita juga perlu
mengapresiasi kebijakan yang sudah berjalan seperti adanya program pemerintah
terkait BBM satu harga yang berlaku di Papua. BBM satu harga adalah bagian dari
upaya mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat Papua yang sebelumnya jarang
diperhatikan pemerintah. Kita juga perlu mendukung adanya komitmen dan kerja
serius pemerintah dalam rangka mempercepat pembangunan multisektor di Indonesia
timur. Hanya dengan cara seperti ini ketimpangan sosial antara Indonesia barat
dan Indonesia timur dapat dikejar. Bahwa sudah saatnya semua anak bangsa yang
hidup di wilayah timur Indonesia menikmati indahnya pembangunan di segala
bidang sebagaimana saudara-saudara mereka di Indonesia barat menikmatinya.
Inilah wujud Pancasila Terapan dalam kehidupan sehari-hari. Saatnya merealisasikan
Pancasila Terapan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga!
Ditulis untuk mengikuti lomba menulis esai Membumikan Nilai-Nilai Pancasila yang diadakan oleh Pusat Pengkajian Pancasila Universitas Negeri Malang.
0 Response to "Pancasila Terapan sebagai Langkat Konkret Pengamalan Pancasila Sehari-hari"
Post a Comment