Pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan hingga saat ini hanya bisa dihadapi dengan dua cara: taat protokol kesehatan dan vaksinasi. Sayangnya masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh dengan dua hal di atas sehingga membuat durasi pandemi semakin lama. Sudah satu tahun empat bulan (hingga tulisan ini dimuat) kita hidup berdampingan dengan covid, namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda signifikan kita akan segera menyudahi wabah ini.
Di kampung halaman saya, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan bisa dibilang rendah, demikian pula dengan kesadaran mereka untuk mengikuti program vaksinasi sebagai syarat terwujudnya kekebalan komunal juga tidak kalah rendah. Akibatnya, banyak warga yang terpapar covid dan harus meninggal dunia. Sedih sebenarnya dengan hal ini. Namun bagaiman lagi, saya dan bahkan kita tidak bisa mengubah takdir yang sudah terlanjur terjadi, nasi sudah menjadi bubur halus, tidak bisa dikembalikan.
Karena itu, sebagai warganegara yang baik, saya hanya bisa mengupayakan memberikan contoh konkret yang bisa dilihat dan dipraktikkan bagaimana semestinya bersikap menghadapi realitas nasional saat ini. Saya menerapkan protokol kesehatan (prokes), setidaknya disiplin memakai masker, menjaga jarak aman, menghindari kerumunan, dan saya mengikuti vaksinasi gratis pemerintah alias berkenan divaksin. Alhamdulillah untuk vaksinasi, saya sudah divaksin sampai dosis kedua dengan menggunakan vaksin Sinovac. Semoga hal ini menjadi perantara saya bisa memerangi Covid-19 dan media saya mengedukasi masyrakat sekitar bahwa tidak cara lain untuk menyudahi pandemi selain menjalankan prokes dan mau divaksin. Saya Indonesia, saya mau divaksin, saya mau Indonesia segera bebas masker, bebas pandemi, dan hidup normal seperti sediakala. Ayo ikutan vaksinasi!
0 Response to "Saya Indonesia, Saya Mau Divaksin"
Post a Comment