Enam bulan
terakhir ini bangsa Indonesia dilanda pandemi Covid 19 yang kemudian berdampak
serius terhadap berbagai sendi kehidupan. Bidang pendidikan, kesehatan, dan
ekonomi menjadi sektor yang sangat
terpukul. Tulisan ini hanya akan fokus membahas dampak pandemi Covid 19
terhadap sektor pendidikan utamanya program Merdeka Belajar yang baru berjalan
beberapa bulan saja semenjak diluncurkan dan harus terhambat akibat pandemi
Covid 19. Ketika semuanya terlanjur terjadi, pilihannya memang hanya ada dua:
bertahan dengan segala ketidaknyamanan atau tidak sama sekali. Pandemi Covid 19
meniscayakan setiap elemen pendidikan akan hal tersebut, melanjutkan
program-program pendidikan yang sebelumnya sudah berjalan dengan risiko jauh
dari zona nyaman, atau pendidikan berhenti total.
Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan Merdeka Belajar dan paket kebijakan pendidikan lain |
Dan keputusan
telah diambil, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan program pendidikan
dengan segala kekurangannya. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara
jarak jauh sebagai upaya menaati protokol kesehatan pentingnya menjaga jarak
aman untuk memutus rantai penyebaran wabah Covid 19. Sebagai dampaknya, guru dituntut kreatif dalam menyajikan bahan
ajar agar esensi pembelajaran tidak terkurangi akibat tidak adanya kegiatan
belajar mengajar tatap muka, murid pun dituntut ekstra pro aktif dalam belajar
di tengah segala keterbatasan akibat pandemi. Tak pelak, ada murid yang sampai
harus memanjat pohon demi berburu sinyal untuk sekadar mendapatkan materi ajar
dari guru sekolahnya. Dan uniknya semua ini mengharuskan semua unsur pendidikan
untuk terbiasa secara virtual, serba digital, berkebalikan 180 derajat dengan
masa sebelum merebaknya pandemi Covid 19.
Merdeka Belajar
sejatinya konsep ideal untuk memerdekakan murid, guru, dan bahkan orang tua
dari beban-beban berat yang selama beberapa waktu terakhir membelenggu mereka.
Bahwa benar adanya esensi pendidikan adalah memerdekakan anak didik dari
ketakutan akan adanya kekhawatiran tidak lulus Ujian Nasional, merdeka dari
kegelisahan harus memenuhi standar kelulusan kuantitatif, bebas dari rasa jenuh
harus mengikuti kegiatan belajar mengajar yang berlangsung monoton dan
membosankan, serta merdeka dari keharusan mempelajari banyak hal yang bukan
menjadi bakat minat dan kecenderungan mereka. Konsep ini juga berlaku bagi guru
yang merdeka dari hal-hal tidak esensial seperti beban menyusun hal-hal administratif
mengajar yang ruwet, ribet, dan bertele-tele. Mereka dibebaskan dari
belenggu-belenggu tidak penting tersebut sehingga kini menjadi lebih sederhana,
substansial, dan fokus meningkatkan kualitas mengajar yang berpusat pada murid.
Namun demikian,
harapan untuk mewujudkan hal-hal di atas kini harus tertunda untuk sementara
waktu. Pandemi Covid 19 cukup ampuh menghalangi eksekusi program Merdeka
Belajar, apa pun itu saya cukup optimis di tengah situasi sulit seperti
sekarang kita pasti mampu menghadapi cobaan ini dan esensi Merdeka Belajar
tetap terus berjalan. Hemat saya, Meski tidak harus berjalan seutuhnya 100
persen program Merdeka Belajar harus terus dilaksanakan. Adapun mekanisme
pelaksanaannya kita percayakan pada kearifan lokal masing-masing sekolah di
daerah. Jika memang suatu sekolah memungkinkan untuk menggelar kegiatan belajar
mengajar tatap muka yang tentunya dengan tetap memperhatikan protokol
kesehatan, maka Merdeka Belajar dapat dilaksanakan. Namun, jika memang keadaan
tidak memungkinkan maka pilihan bijak seperti menerapkan pembelajaran jarak
jauh dan sekolah online adalah solusinya.
Menerapkan
pembelajaran berbasis digital harus diakui bukanlah pilihan mudah namun inilah
pilihan solutif di tengah kondisi sulit saat ini. Bahwa berkaca pada pengalaman
beberapa bulan ke belakang realisasi pembelajaran jarak jauh berjalan tidak
sempurna dan terjadi kekurangan adalah kenyataan yang saat ini sedang dicarikan
jalan keluarnya. Beberapa persoalan jamak terjadi seperti susahnya sinyal
internet untuk mengakses konten-konten pembelajaran, keterbatasan dana untuk
berlangganan kuota internet dan ketidakmampuan memiliki handphone berbasis
android yang memungkinkan untuk terhubung internet, dan sebagainya. Dengan
persoalan-persoalan seperti ini apakah Merdeka Belajar harus dihentikan?
Rasanya tidak, Merdeka Belajar harus terus jalan. Saya sangat mengapresiasi
inisiatif Mendikbud Nadiem Anwar Makarim yang memutuskan bahwa dana Bantuan
Operasional Sekolah diperkenankan untuk membeli pulsa internet bagi guru dan
siswa demi menunjang keberlanjutan pembelajaran online dan Merdeka Belajar.
Saya juga sangat mengapresiasi terobosan Kemdikbud yang mengeluarkan kurikulum
darurat untuk menyesuaikan kegiatan belajar mengajar dengan kondisi pandemi
seperti sekarang.
Segala kebijakan
sejatinya telah dikerahkan untuk mendukung terlaksananya program Merdeka
Belajar di tengah kondisi sulit saat ini. Tentu kita mengharapkan semua paket
kebijakan tersebut benar-benar tepat sasaran dan berdampak efektif terhadap
semakin membaiknya pendidikan Indonesia. Untuk itu, guna memastikan semua aksi
baik yang telah dicanangkan pemerintah berlangsung sebagaimana mestinya
keterlibatan semua pihak mutlak diperlukan. Pihak-pihak seperti orang tua
murid, komite sekolah, tokoh masyarakat, dan masyarakat umum harus berani
mengawal niat baik pemerintah tersebut, sudah dijalankan apa belum? Semisal,
kebijakan subsidi pembelian pulsa internet bagi murid, sudahkah hal tersebut
diwujudkan? Jika iya, bagaimana efektivitasnya dalam mendukung program belajar
anak di masa pandemi? Sudahkah orang tua berperan aktif mendampingi anaknya
belajar secara digital? Inilah pertayanyaan mendasar yang perlu digulirkan guna
memastikan bahwa anak Indonesia tetap belajar walau harus berdamai dengan badai
bernama Covid 19.
Lalu tentang
Program Organisasi Penggerak dan Guru Penggerak, dua hal ini benar-benar harus
menjadi lokomotif terdepan pelaksanaan konsep Merdeka Belajar. Meski belakangan
sudah diumumkan bahwa Program Organisasi Penggerak sementara waktu ditunda dan
direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2021, namun organisasi penggerak
pendidikan yang ada harusnya juga turut aktif dalam memantau jalannya program
Merdeka Belajar yang saat ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru.
Organisasi penggerak perlu juga mengawasi kebijakan Mendikbud terkait
dibolehkannya dana BOS dibelanjakan pulsa internet dalam mendukung pembalajaran
daring. Sudah sejauh manakah efektivitasnya dalam mendukung proses belajar
murid belajar di masa pandemi?
Semakin luas cakupan sinergi untuk pendidikan Indonesia yang saat ini sedang dalam kondisi krisis, semakin terbuka peluang untuk menyukseskan agenda pendidikan nasional yang sampai tulisan ini dibuat sebagian besar masih memberlakukan pembelajaran jarak jauh. Karena itu, pihak-pihak seperti provider BUMN, provider swasta, perusahaan teknolologi pendidikan, filantropis, dan siapapun perlu saling bergandengan tangan dalam berjuang bersama, meringankan beban bangsa utamanya di sektor pendidikan dengan kapasitas dan cara mereka masing-masing. Bisa dengan memberikan hibah kuota belajar gratis, bantuan HP android untuk belajar bagi murid dengan latar belakang keluarga benar-benar miskin, akses belajar gratis untuk menikmati konten-konten premium pendidikan, bantuan free wifi untuk belajar, atau hal positif lain yang dapat membantu tumbuh kembang pendidikan anak Indonesia di masa sulit dan tak menentu seperti sekarang ini. Inilah wujud sejati sinergi kebangsaan kita, inilah momentum yang tepat untuk membuktikan kita memang satu bangsa yang memiliki perasaan (sense of crisis) yang sama untuk kemudian bertindak nyata. Bahwa memang benar filosofi gotong royong yang diajarkan para pendiri bangsa, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Jika semuanya peduli, semuanya mau terlibat, hambatan-hambatan yang selama ini mengganggu jalannya pendidikan nasional akibat pandemi Covid 19 perlahan tapi pasti akan segera teratasi. Dan program Merdeka Belajar dapat terus berjalan sesuai dengan harapan kita bersama.
0 Response to "Sinergi Mewujudkan Merdeka Belajar di Masa Pandemi"
Post a Comment