Sidang pembacaan tuntutan vonis terhadap dua terdakwa pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) per hari ini Kamis, 11 Juni 2020. Hasilnya di luar di luar nalar kemanusiaan. Kedua pelaku dituntut hukuman 1 tahun. Sudah adilkah tuntutan ini? Jawabannya, sungguh keterlaluan! Benar-benar melukai hati dan perasaan Novel Baswedan yang secara lantang menyatakan marah dan miris mengetahui tuntutan 1 tahun penjara terhadap penjahat yang telah menganiaya dirinya hingga menyebabkan hilangnya penglihatan Novel.
Inilah potret hukum Indonesia, yang kadang memihak tanpa pandang bulu. Apakah adil serta setimpal hukuman satu tahun dengan hilangnya penglihatan secara permanen? Logika telanjang manusia waras tentu akan menjawab tidak adil. Lalu di mana keadilan buat Novel Baswedan yang telah mendedikasikan hidup dan matinya untuk pemberantasan korupsi Indonesia? Sungguh, keadilan telah mati. Buat apa lagi kita teriak-teriak keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Keadilan telat tamat.
Sejujurnya, saya tidak mengerti tentang bagaimana konstruksi hukum di Indonesia yang dalam praktiknya penuh dengan anomali dan tanda tanya. Kecurigaan Novel beserta tim penasehat hukumnya bahwa peradilan yang ia ikuti selama ini hanyalah formalitas belaka. Ujung-ujungnya proses peradilan tidak menjawab susbtansi permasalahan, mengadili seadil adilnya pihak yang jelas-jelas terbukti bersalah serta menjawab pertanyaan besar, siapakah dalang di balik peristiwa penyiraman air keras tersebut? Inilah inti dari keadilan untuk Novel yang harus dijawab tuntas pemerintah dan nyatanya gagal dipenuhi.
0 Response to "Matinya Keadilan"
Post a Comment