Sudah dua bulan ini bangsa Indonesia hidup dalam ancaman pandemi bernama Covid-19. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya wabah ini. Namun, tulisan ini tidak akan menyoroti bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap penanganan Covid-19. Tulisan ini akan secara spesifik bercerita tentang bagaimana penulis bersikap di tengah ancaman wabah dan ketidakpastian.
Salah satu yang paling terdampak dari adanya Covid-19 adalah bidang ekonomi. Berapa banyak orang yang harus di PHK akibat badai Covid, berapa banyak lembaga usaha yang harus tutup akibat wabah ini, dan berapa banyak orang yang harus meninggalkan Jakarta karena sumber nafkahnya terganggu. Saya kebetulan seorang karyawan swasta yang tinggal di kosan, saya punya cerita miris, beberapa waktu lalu ternyata ada dua teman kos saya harus keluar kos karena ada kebijakan PHK dari tempat mereka bekerja. Sedih melihat fakta ini, namun bagaimana lagi, mungkin hal tersebut adalah kebijakan terbaik menurut tempat mereka bekerja. Mereka enak, bos mereka juga nyaman, meski rasanya tetap saja pahit.
Saya pribadi bersyukur ternyata di tengah maraknya gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK), perusahaan saya tidak melakukan PHK, melainkan sebaliknya. Semua karyawan dipertahankan dan diminta untuk terus produktif meski harus bekerja dari dalam rumah/kamar kos. Tidak ada pengurangan gaji atau insentif, semuanya berjalan normal seperti masa sebelum wabah covid menyerang. Nah, dalam pada itu bagaimana saya berperilaku selama dua bulan lebih ini? Bagaimana saya berdamai dengan kondisi yang serba tidak menentu ini? Secara finansial, Saya menerapkan strategi hemat proporsional. Yaitu saya mengontrol pengeluaran saya yang saya dapatkan dari gaji bulanan secara proporsional, sesuai dengan proporsinya. Saya hanya membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan.
Separuh lebih gaji saya tabung, sisanya saya alokasikan untuk membayar kos bulanan, membeli kebutuhan sehari-hari seperti beras, lauk-pauk, snack, sabun mandi/cuci, dan sebagainya. Biasanya dalam sebulan ada pengeluaran untuk biaya transportasinya, namun seiring adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kebijakan Work from Home (WFH) yang mengharuskan setiap orang bekerja dari rumah maka alokasi pengeluaran untuk transportasi saya alihkan untuk ditabung. Dan meski saya menerapkan pola hidup proporsional, bersikap sehemat mungkin, saya tidak melupakan pentingnya asupan gizi dan jiwa.
Di tengah kondisi yang benar-benar tidak menentu ini menjaga kondisi badan tetap fit merupakan sebuah keharusan agar kita terus produktif dalam bekerja. Jadi untuk itu, dalam semingu pastilah saya meangalokasikan uang untuk berbelanja bahan makanan yang bergizi seperti ayam kampung daging, sayur, dan sebagainya. Dan untuk menunjang asupan jiwa tetap terpenuhi, melawan gejala stres, rasa bosan, selama dua bulan ini saya telah membeli enam buku inspiratif secara online yang berhasil menemani hari-hari saya selama berada di dalam kamar kos. Selain itu, saya juga tetap aktif menulis baik di blog pribadi ataupun di blog mainstream seperti Kompasiana. Ternyata banyak ide yang lahir di tengah situasi wabah yang sangat sayang jika tidak diabadikan dalam bahasa tulisan. Karena itu, aktivitas menulis masih saya pertahankan.
Bagi saya pribadi, sisi positif dari adanya Covid-19 ini adalah saya berhasil menemukan sisi lain kepribadian saya. Dari yang sebelumnya kurang teratur menjadi lebih teratur, dari yang sebelumnya kurang maniak dengan buku menjadi gandrung dengan buku. Inilah cara saya bersikap di tengah ketidakpastian.
Ditulis untuk mengikuti lomba menulis konten blog Kompasiana bertema: Berperilaku Cerdas di Tengah Ketidakpastian.
0 Response to "Produktif di Tengah Pandemi Covid-19"
Post a Comment