Saya tidak tahu orang yang membaca tulisan ini akan menanggapi seperti apa dan bagaimana? Namun, yang sudah pasti saya hanya ingin menuliskan sesuatu yang sudah lama saya rasakan dan sedikit banyak memberi dampak positif.
Menulis berarti melepaskan apa yang ada di otak, mengomunikasikannya kepada semesta dan pemilik-Nya. Sampai di sini kegiatan menulis sebenarnya sudah selesai. Namun bukan itu poinnya, menulis sejatinya merupakan terapi sekaligus obat yang dapat menjadi penawar bagi penulis itu sendiri. Tidak percaya? Yuk, buktikan! Jika kamu galau, patah hati, sebel, stres, bahagia, atau sedang bersemangat secara menggebu pastilah semua yang kamu rasakan akan tumpah dengan mudahnya.
Kamu bisa dengan lancar menceritakan apa yang kamu rasakan. Kamu juga bisa dengan lepas menyampaikan apa yang kamu alami. Semua orang dapat melakukannya secara verbal alias menceritakannya secara lisan. Namun tidak semua orang dapat dengan mudah menyampaikan secara tertulis. Nah, di sinilah letak terapi tadi, jika kamu berhasil menyampaikan apa-apa yang kamu pikir, rasa, dan alami dalam tulisan itulah terapi. Kamu berhasil mengabadikan apa yang ada di benakmu, merekamnya dalam bentuk tulisan dan menyampaikannya kepada semesta. Jika yang kamu tulis positif, kemungkinan feedback-nya juga positif. Begitu pun sebaliknya. Hidup adalah tentang menikmati, jadi tangkap dan nikmatilah apa-apa yang terjadi dalam hidup ini dengan menuliskannya.
Seorang B.J. Habibie dalam kondisi yang stres berat akibat ditinggal wafat oleh Ibu Ainun, belahan jiwanya memilih untuk menuliskan kenangan-kenangan terbaik semasa mereka masih bersama dalam bentuk novel daripada terus menerus larut dalam stres, depresi, dan kesedihan yang membuat kondisi jiwa semakin tidak baik. Ternyata hal itu cukup ampuh membuat B.J. Habibie bangkit, semangat hidupnya naik lagi dan menulis terbukti ampuh menjadi terapi terbaiknya.
Saya pun juga sering menggunakan metode ini, hasilnya memang sangat menyehatkan. Menuliskan apa yang saya pikir, rasakan, dan harapkan adalah salah satu cara saya mengeluarkan semua hal yang menyumbat hati dan pikiran. Dan ternyata semua itu berbanding lurus dengan kondisi psikis saya yang tampak plong, puas, dan tanpa bebas.
0 Response to "Menulis sebagai Terapi"
Post a Comment