Saat Perpustakaan Desa Pulau Kerdau, Subi, Natuna awal-awal berdiri, masalah yang mengemuka saat itu adalah sepinya pengunjung dan minimnya aktivitas membaca. Satu-dua bulan pertama semenjak dibuka untuk umum, Perpustakaan Desa Pulau Kerdau hanyalah bekas sebuah ruangan kelas madrasah dengan 100 buku baru yang didatangkan dari toko buku di Yogyakarta. Aktivitas rutin sehari-harinya: perpustakaan mulai dibuka pukul 08.00 WIB oleh penjaga perpus, dan ditutup pukul 12.00 WIB. Sepanjang waktu tersebut, aktivitas yang berjalan hanya berupa penjagaan perpus oleh penjaganya. Sementara kegiatan inti berupa adanya pengunjung yang mau membaca buku-buku perpustakaan bisa dibilang tidak ada.
Miris rasanya melihat pemandangan tesebut. Tak pelak, realitas seperti ini mengundang perhatian beberapa pihak seperti visitor dari luar Kerdau yang datang berkunjung ke Kerdau. Tak ketinggalan Pengajar Muda (PM) XV Kerdau yang memiliki andil atas pendirian perpustakaan desa, juga merasa prihatin.
Berangkat dari masalah tersebut, PM mencoba mengidentifikasi akar masalah sepinya perpustakaan desa karena minimnya sosialisasi dan kurangnya kampanye membaca. Dari situ, PM mencoba memberikan solusi berupa kampanye masif gerakan ayo membaca kepada pihak-pihak yang potensial untuk diajak bergerak menularkan semangat membaca. Tunas-tunas muda desa menjadi sasaran PM untuk ikut meramaikan perpustakaan desa yang baru dirintis dengan semarak membaca. PM tidak ragu untuk turun tangan langsung mengajak anak-anak didik PM, pemuda desa untuk mensyukuri adanya perpustakaan desa dengan ikut menghidupkan kegiatan membaca di perpustakaan desa. PM mengatur jadwal kunjungan ke perpus di luar jam kunjungan yang sudah ada.
Dengan berkoordinasi dengan penjaga perpus, sore hari menjadi pilihan waktu berkunjung yang PM tentukan bagi anak-anak murid PM dan pemuda desa bisa nimbrung santai sambil menikmati buku-buku segar milik Perpustakaan Desa Pulau kerdau. Kini, Perpustakaan Desa Pulau Kerdau tidak lagi sepi pengunjung, karena anak-anak, remaja, dan pemuda desa sudah banyak yang tahu perihal keberadaan perpustakaan. Anak-anak didik PM pun kini semakin bersemangat untuk mendatangi perpus, jujur saya suka dengan kata-kata mereka seperti: “Pak, kapan kita baca di perpustakaan desa?“ “Wah, saya suka baca buku perpustakaan desa yang judulnya ‘Galau pasti berlalu’, sedap rasanya”. Begitulah kira-kira geliat literasi yang saat ini berkembang di Desa Pulau Kerdau.
Pelan tapi pasti mulai tumbuh ke arah yang menggembirakan. Sebuah harapan baru akan lahirnya peradaban besar. Guna mendukung semangat literasi di atas, PM juga menginisiasi acara “Buka Lapak Membaca” yang biasa digelar pada hari Minggu pagi di halaman sekolah. Tujuannya, adalah memasyarakatkan pentingnya membaca sebagai syarat mutlak lahirnya peradaban dan kemajuan. Siapapun boleh berpartisipasi, tua-muda, bersekolah-menganggur bebas datang ke acara “Lapak Membaca”. Dengan begini, kita patut berharap akan terciptanya “reading society” alias masyarakat yang gemar membaca. Semoga!
Miris rasanya melihat pemandangan tesebut. Tak pelak, realitas seperti ini mengundang perhatian beberapa pihak seperti visitor dari luar Kerdau yang datang berkunjung ke Kerdau. Tak ketinggalan Pengajar Muda (PM) XV Kerdau yang memiliki andil atas pendirian perpustakaan desa, juga merasa prihatin.
Berangkat dari masalah tersebut, PM mencoba mengidentifikasi akar masalah sepinya perpustakaan desa karena minimnya sosialisasi dan kurangnya kampanye membaca. Dari situ, PM mencoba memberikan solusi berupa kampanye masif gerakan ayo membaca kepada pihak-pihak yang potensial untuk diajak bergerak menularkan semangat membaca. Tunas-tunas muda desa menjadi sasaran PM untuk ikut meramaikan perpustakaan desa yang baru dirintis dengan semarak membaca. PM tidak ragu untuk turun tangan langsung mengajak anak-anak didik PM, pemuda desa untuk mensyukuri adanya perpustakaan desa dengan ikut menghidupkan kegiatan membaca di perpustakaan desa. PM mengatur jadwal kunjungan ke perpus di luar jam kunjungan yang sudah ada.
Dengan berkoordinasi dengan penjaga perpus, sore hari menjadi pilihan waktu berkunjung yang PM tentukan bagi anak-anak murid PM dan pemuda desa bisa nimbrung santai sambil menikmati buku-buku segar milik Perpustakaan Desa Pulau kerdau. Kini, Perpustakaan Desa Pulau Kerdau tidak lagi sepi pengunjung, karena anak-anak, remaja, dan pemuda desa sudah banyak yang tahu perihal keberadaan perpustakaan. Anak-anak didik PM pun kini semakin bersemangat untuk mendatangi perpus, jujur saya suka dengan kata-kata mereka seperti: “Pak, kapan kita baca di perpustakaan desa?“ “Wah, saya suka baca buku perpustakaan desa yang judulnya ‘Galau pasti berlalu’, sedap rasanya”. Begitulah kira-kira geliat literasi yang saat ini berkembang di Desa Pulau Kerdau.
Pelan tapi pasti mulai tumbuh ke arah yang menggembirakan. Sebuah harapan baru akan lahirnya peradaban besar. Guna mendukung semangat literasi di atas, PM juga menginisiasi acara “Buka Lapak Membaca” yang biasa digelar pada hari Minggu pagi di halaman sekolah. Tujuannya, adalah memasyarakatkan pentingnya membaca sebagai syarat mutlak lahirnya peradaban dan kemajuan. Siapapun boleh berpartisipasi, tua-muda, bersekolah-menganggur bebas datang ke acara “Lapak Membaca”. Dengan begini, kita patut berharap akan terciptanya “reading society” alias masyarakat yang gemar membaca. Semoga!
0 Response to "Mengintip Geliat Literasi Kerdau "
Post a Comment