Salah satu masalah pokok dalam proses pendidikan anak adalah minimnya keteladanan dari pihak-pihak pelaku pendidikan itu sendiri. Di rumah misalnya, bagaimana mungkin anak akan disiplin melaksanakan ibadah shalat jika orangtuanya tidak shalat. Di sekolah juga, bagaimana bisa anak akan disiplin datang ke sekolah jika kepala sekolah dan guru-guru selalu telat. Anak-anak adalah cerminan dari orangtua dan guru.
Jika orangtua-guru baik tentu akan berimplikasi positif pada tumbuh kembang anak. Namun sebaliknya, jika mereka tidak mencerminkan diri sebagai sosok yang patut digugu dan ditiru sudah bisa dibayangkan akan seperti apa mental dan karakter anak yang menjadi tanggung jawabnya? Sebagai contoh, terkuaknya profil pelaku teror bom gereja di Surabaya beberapa waktu lalu yang melibatkan satu keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak adalah tamparan keras bagi jagad pendidikan Indonesia.
Anak dididik untuk menjadi pribadi intoleran dan radikal. Tentu hal ini tidak elok untuk terus dibiarkan, belum lagi terkuaknya begitu banyak kasus kekerasan seksual pada anak yang juga sering dilakukan oleh pihak-pihak di lingkungan keluarga, lingkungan terdekat anak. Apa jadinya masa depan anak jika mentalitas orang-orang yang semestinya bertanggungjawab utuh atas tumbuh kembang anak malah abai dan tidak mengerti bagaimana seharusnya anak dididik.
Seperti adagium yang jamak kita dengar bahwa anak-anak adalah kertas putih yang bisa berubah menjadi apapun bergantung orangtua, guru dan siapa siapa yang mengisinya. Jika semenjak dini anak dididik menjadi pribadi intoleran dan radikal, besar kemungkinan ia akan menjadi pribadi yang barbar. Pun demikian, jika semenjak dini anak diajarkan tidak disiplin, tidak sopan-santun, kelak ia akan menjadi individu yang tertinggal dan kurang ajar. Begitulah kira-kira gambaran dari dampak yang akan terjadi jika anak tidak dididik dengan benar.
Mendidik anak sejatinya dimulai dari hal yang paling sederhana, memberikan teladan terbaik tentang praktik keseharian di rumah dan sekolah ihwal bagaimana seharusnya hidup itu dijalankan adalah keniscayaan agar anak terbiasa melakukan hal-hal positif yang membangun. Dengan begitu, kita optimis anak dapat menjadi pribadi berkarakter yang produktif, berdaya saing, serta siap berkontribusi dalam memajukan bangsa.
Dari deskripsi di atas dapatlah dipahami bahwa memiliki pemahaman dasar tentang bagaimana semestinya mendidik anak adalah keharusan mutlak agar anak tumbuh dan berkembang ke arah yang ideal, mengikuti orangtua-guru yang telah menjadi role model terbaiknya. Pertanyaannya sekarang, bisakah anda menjadi panutan bagi anak-anak?
Jika orangtua-guru baik tentu akan berimplikasi positif pada tumbuh kembang anak. Namun sebaliknya, jika mereka tidak mencerminkan diri sebagai sosok yang patut digugu dan ditiru sudah bisa dibayangkan akan seperti apa mental dan karakter anak yang menjadi tanggung jawabnya? Sebagai contoh, terkuaknya profil pelaku teror bom gereja di Surabaya beberapa waktu lalu yang melibatkan satu keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak adalah tamparan keras bagi jagad pendidikan Indonesia.
Anak dididik untuk menjadi pribadi intoleran dan radikal. Tentu hal ini tidak elok untuk terus dibiarkan, belum lagi terkuaknya begitu banyak kasus kekerasan seksual pada anak yang juga sering dilakukan oleh pihak-pihak di lingkungan keluarga, lingkungan terdekat anak. Apa jadinya masa depan anak jika mentalitas orang-orang yang semestinya bertanggungjawab utuh atas tumbuh kembang anak malah abai dan tidak mengerti bagaimana seharusnya anak dididik.
Seperti adagium yang jamak kita dengar bahwa anak-anak adalah kertas putih yang bisa berubah menjadi apapun bergantung orangtua, guru dan siapa siapa yang mengisinya. Jika semenjak dini anak dididik menjadi pribadi intoleran dan radikal, besar kemungkinan ia akan menjadi pribadi yang barbar. Pun demikian, jika semenjak dini anak diajarkan tidak disiplin, tidak sopan-santun, kelak ia akan menjadi individu yang tertinggal dan kurang ajar. Begitulah kira-kira gambaran dari dampak yang akan terjadi jika anak tidak dididik dengan benar.
Mendidik anak sejatinya dimulai dari hal yang paling sederhana, memberikan teladan terbaik tentang praktik keseharian di rumah dan sekolah ihwal bagaimana seharusnya hidup itu dijalankan adalah keniscayaan agar anak terbiasa melakukan hal-hal positif yang membangun. Dengan begitu, kita optimis anak dapat menjadi pribadi berkarakter yang produktif, berdaya saing, serta siap berkontribusi dalam memajukan bangsa.
Dari deskripsi di atas dapatlah dipahami bahwa memiliki pemahaman dasar tentang bagaimana semestinya mendidik anak adalah keharusan mutlak agar anak tumbuh dan berkembang ke arah yang ideal, mengikuti orangtua-guru yang telah menjadi role model terbaiknya. Pertanyaannya sekarang, bisakah anda menjadi panutan bagi anak-anak?
0 Response to "Menjadi Ortu-Guru Panutan Anak"
Post a Comment