Beberapa waktu terakhir, dunia dihebohkan dengan terbunuhnya Kim Jong Nam, kakak tiri Presiden Korea Utara Kim Jong Un. Yang menjadikan heboh adalah cara Jong Nam mati, ia harus meregang nyawa dengan cara yang tidak biasa alias diracun dengan komplotan terlatih menggunakan cairan kimia berbahaya bernama VX Nerve Gas. Sebuah gas syaraf paling mematikan yang pernah dipakai dalam perang Irak-Iran, perang dunia, dan bahkan perang saudara di Suriah. Bandara Internasional Kuala Lumpur Malaysia menjadi saksi bisu betapa kejamnya aksi pembunuhan terhadap Jong Nam.
Maksud hati ingin take off dari KLIA menuju Makau, ia dikuntit dari belakang oleh operator bayaran dan dihabisi dengan menggunakan kain berlumuran racun VX yang diusapkan ke wajahnya. Meski sempat berjalan dan meminta pertolongan ke ruang klinik bandara, beberapa menit kemudian nyawa Jong Nam tak dapat tertolong. Ia tewas mengenaskan dan meninggalkan segudang misteri. Siapakah otak pembunuhan keji tersebut? Beberapa analisa mulai bermunculan, mulai dari intelijen, ahli strategi, akademisi, praktisi Hubungan-Hukum internasional dan sebagainya. Semuanya seragam menyatakan bahwa ada permainan besar terkait pembunuhan Jong Nam.
Kita bahas dari yang paling sederhana, kamera pengintai bandara (CCTV) memperlihatkan bahwa operator pembunuh yang membuntuti Jong Nam dari belakang dan mengusapkan kain beracun VX ke wajahnya belakangan diketahui bernama Siti Aisyah, perempuan berpaspor Indonesia. Dalam pengakuannya kepada pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia, ia mengaku aksinya dibayar sebesar 400 ringgit. Tragisnya, ia memahami apa yang telah dilakukan sebagai reality show yang sekedar main-main, tidak mengakibatkan kematian pada target operasi. Polisi Diraja Malaysia telah menahan Siti Aisyah beserta beberapa tersangka lain dari Vietnam dan Korea Utara untuk kepentingan investigasi dan pengembangan kasus.
Kasus ini membuat panas hubungan Malaysia - Korea Utara (Korut), dan tak ketinggalan Korea Selatan (Korsel), musuh abadi Korut juga angkat bicara terkait tewasnya Jong Nam. Korea Utara marah besar kepada Malaysia karena dianggap telah berbuat sesuatu yang melampaui batas yang tidak dikehendaki Korut, yakni melakukan otopsi terhadap jenazah Jong Nam. Sebelumnya, Korut berulangkali meminta Malaysia tidak mengotopsi mayat Jong Nam dan segera memulangkannya ke Korut. Namun Malaysia tidak mengindahkan, demi penyelidikan kasus negeri jiran tetap melakukan otopsi bahkan sudah dua kali. Lebih dari itu, Otoritas Korut secara mengejutkan sempat meminta operator tersangka pembunuhan asal Indonesia dan Vietnam dibebaskan.
Kemarahan Korut semakin menjadi-jadi ketika otoritas Malaysia mulai mencurigai bahwa pihak Korut adalah dalang pembunuhan Jong Nam. Malaysia memeriksa beberapa diplomat dan termasuk duta besar Korut untuk Malaysia. Esktremnya, Malaysia berencana akan mengusir Dubes Korut di Malaysia jika tidak mau kooperatif dalam pemeriksaan. Hebatnya, hal ini dipertegas dengan klaim Korea Selatan yang meyakini bahwa tewasnya Kim Jong Nam tidak lepas dari peran Korut yang menginginkannya. Perang pernyataan antara kedua negara pun terjadi, saling klaim sebagai pihak yang paling benar tak bisa terelakkan. Sebagai protes terhadap Korut, Malaysia telah menarik duta besarnya dari Korut.
Fakta-fakta yang dicoba dihimpun Polisi Diraja Malaysia mulai menunjukkan bukti bahwa kuat dugaan Korut adalah otak besar kasus ini. Pertanyaannya, jika itu benar, mengapa Korut sekejam itu? Jawabannya karena dalam kredo negeri komunis tersebut, siapapun yang tidak memiliki pandangan dan garis perjuangan yang sama dianggap sebagai musuh negara yang harus ditumpas. Tidak peduli apakah yang bersangkutan masih memiliki hubungan darah dengan penguasa Korut atau tidak, sepanjang tidak berpihak pada kepentingan negara, ia harus dilenyapkan. Buktinya, tahun 2013 Jong Un harus menghabisi pamannya sendiri karena tidak memiliki pandangan yang serupa dengan dirinya.
Lantas bagaimana dengan Jong Nam? Usut punya usut, Jong Nam yang tidak lain adalah kakak tiri Jong Un pada dasarnya adalah sosok yang juga berhak mewarisi tahta kekuasaan Korut pasca kematian Kim Jong Ill tahun 2011, ia lahir dari seorang ibu yang berdarah Korea Selatan. Merasa tidak memiliki kesamaan pandangan politik, Jong Nam tidak berminat menggantikan ayahnya, sehingga tahta politik Korut pun akhirnya jatuh pada Jong Un, adik tiri Jong Nam yang kemudian menjadikan Jong Un sebagai Presiden termuda di dunia. Sejalan waktu Jong Nam lebih banyak menghabiskan waktu di luar Korut guna mengurusi kepentingan bisnis, termasuk kepergiannya ke Malaysia tempat ia menemui ajal. Dalam perspektif Korut, bisa dipahami bahwa Jong Nam dianggap sebagai sosok yang banyak mengetahui rahasia internal Korut yang kalau dibiarkan bisa menjadi ancaman yang dapat membahayakan negara.
Segala rencana dibuat, termasuk merekrut agen dan operator guna melancarkan aksi. Siti Aisyah, perempuan asal Indonesia pun direkrut, bersama dengan operator lain dari Vietnam dan Korut mereka sukses menampilkan reality show yang membuat dunia terhenyak bahwa memang demi tercapainya misi politik apapun akan dilakukan oleh aktor politik meskipun harus mengorbankan orang lain. Siti Aisyah dan komplotannya adalah korban yang dijadikan alat kepentingan politik, sementara kematian Jong Nam adalah tujuan utamanya. Cepat atau lambat waktu juga yang akan membuktikan semua selubung permainan ini.
0 Response to "Menguak Tabir Kematian Kim Jong Nam "
Post a Comment