Pilkada DKI harus berlanjut ke putaran akhir dengan menyisakan dua pasangan calon, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Hal ini terjadi karena di putaran pertama dari ketiga pasangan calon yang bertarung, tidak ada satu pun paslon yang memperoleh dukungan suara politik sebesar 50 persen plus satu. Ahok hanya memperoleh 42,96 persen, Anies 39,97, dan Agus 17,07 persen (data rekapitulasi KPUD Jakarta berdasar scan C1). Dengan begitu, di putaran final nanti Ahok akan bertarung memperebutkan dukungan politik warga Jakarta melawan Anies Baswedan. Ahok vs Anies, siapakah yang bakal unggul dan keluar sebagai pemenang? Menarik untuk terus dinantikan.
Pilkada DKI putaran kedua akan berlangsung 19 April 2017, namun gemuruh politik ibu kota seakan tidak bisa dibendung. Mulai dari saling rayu meraih dukungan suara politik Agus-Sylvi yang harus tersingkir lebih awal, desakan beberapa anggota fraksi DPR RI-DPRD DKI agar pemerintah menonaktifkan Ahok dari jabatan Gubernur, semrawutnya tata administrasi KPU yang menyebabkan banyak warga DKI yang dirugikan, tidak bisa menyalurkan hak suara, huru-hara massa yang turun ke jalan menuntut pemerintah menahan Ahok, banjir yang terus menggenangi beberapa titik daerah DKI Jakarta, perkembangan sidang penodaan agama dengan terdakwa Ahok yang masih terus berlangsung, hingga isu ketidaknetralan Ketua KPU DKI karena tertangkap kamera bertemu dengan Anies saat memantau pencoblosan ulang di TPS 29 Kalibata, Jakarta Selatan. Semuanya menyiratkan warna-warni seksinya politik DKI 2017.
Dan memang sudah digariskan, kali ini warga DKI disuguhkan dengan pilihan politik yang cukup menantang, pilih Ahok atau Anies? Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung selera politik pemilih DKI. Jika ingin DKI dipimpin oleh seseorang yang tegas, lugas, bersih, pekerja keras, dan bertekad akan senantiasa mengadministrasi keadilan sosial, maka memilih Ahok-Djarot menjadi pilihan yang tepat. Sebaliknya, jika ingin DKI dipimpin oleh sosok yang relatif santun, mahir beretorika, raja panggung, mengobral segenap janji seperti beli rumah tanpa DP, program OK-OCE, KJP Plus maka memilih Anies-Sandi adalah sebuah keputusan logis. Bagaimanakah selera politik warga DKI? Waktu juga yang akan menjawab.
Jika Ahok-Djarot terpilih, itu artinya warga DKI masih memperkenankan keduanya menuntaskan program-program kerja yang masih belum selesai sehingga pembangunan Jakarta yang sebelumnya mereka rintis dapat terus berjalan tanpa hambatan. Sebaliknya, jika Anies-Sandi yang terpilih, itu artinya warga DKI benar-benar menginginkan pemimpin baru dengan segudang janji surga yang patut ditunggu realisasinya. Jika ini terjadi, praktis Ahok menjadi sosok Gubernur DKI petahana kedua yang gagal terpilih untuk jabatan periode kedua setelah gagalnya Fauzi Bowo di Pilkada DKI 2012.
Lantas bagaimana dengan peluang keterpilihan keduanya? Siapakah basis pendukung yang akan memilih Ahok dan Anies? Baik Ahok ataupun Anies sama-sama memiliki peluang untuk menang. Ahok hanya butuh tambahan suara sekitar 8-9 persen, sementara Anies membutukan 11-12 persen, selisih peluang keduanya cukup tipis. Darimana tambahan suara itu didapat? Pastinya didapat dari suara Agus-Sylvi. Karena itu berebut suara pasangan yang tersingkir lebih awal ini menjadi sebuah keharusan jika Ahok-Djarot atau Anies-Sandi ingin terpilih. Beberapa waktu yang lalu relawan Agus-Sylvi telah mendeklarasikan dukungan untuk Anies-Sandi, meski belum formal Partai Amanat Nasional (PAN) juga mengisyaratkan dukungan kepada Anies-Sandi, sebuah peta baru kekuatan dukungan politik menyongsong Pilkada DKI putaran kedua sudah bisa terbaca. Jika peluang Anies bisa kita baca, bagaimana dengan Ahok?
Sampai sejauh ini, Ahok-Djarot masih didukung oleh pemilih-pemilih rasional yang percaya serta puas dengan kinerja keduanya. Kalangan menengah ke atas, kaum sekuler-nasionalis adalah basis massa Ahok. Menghadapi Anies yang didukung basis massa nasionalis (Gerindra, PAN), religius (PKS), maka menggandeng Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang notabene berbasis agama menjadi opsi solutif guna mengimbangi kekuatan massa Anies-Sandi. Meskipun hal ini tidak menjamin bisa membantu perolehan suara Ahok pada Pilkada DKI putaran kedua karena yang menentukan adalah konstituen bukan partai. Setidaknya jika langkah tersebut terwujud bisa membuat tenang warga pendukung serta Parpol pengusung Ahok.
Gotong royong politik memenangkan Ahok tidak lagi hanya dilakukan PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, dan para relawan. Tapi juga dibantu dengan PKB dan PPP. Baik Ahok maupun Anies harus terus bekerja keras untuk meraih simpati dukungan warga DKI, siapa yang lihai, bisa mencuri hati pemilih DKI dialah yang akan berpeluang menang. Masih ada waktu untuk berkampanye selama dua minggu dan kesempatan satu kali debat sebelum hari H pemungutan suara dilakukan, gunakan itu untuk meraih dukungan suara pemilih DKI. Buang jauh-jauh isu agama, fokuslah pada program-program kerja, biarkan warga DKI yang menentukan siapa yang akan mereka pilih. Bertarunglah secara kesatria! Semoga!
0 Response to "Mengintip Peluang Ahok Vs Anies"
Post a Comment