Rilis hasil hitung cepat beberapa lembaga survei terpercaya menunjukkan bahwa Pilgub DKI Jakarta yang berlangsung Rabu (15/2/17) menghasilkan dua finalis utama, yaitu pasangan Ahok-Djarot, Anies-Sandi, dan menyisihkan pasangan Agus-Sylvi dari pertarungan Pilgub DKI 2017. Sadar dirinya kalah, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara kesatria dan terbuka mengaku berlapang dada menerima kekalahan. Dalam keterangan persnya, AHY menyampaikan ucapan selamat kepada dua kontestan yang akan bertarung di putaran kedua Pilgub DKI 2017.
Dalam suatu kompetisi, pasti ada yang menang dan kalah. Kali ini AHY dan barisan politik pendukungnya berada dalam kondisi yang kurang beruntung, takluk secara tragis dari dua rival politik potensial sebagaimana telah diprediksi sebelumnya. Kekalahan AHY tidak saja dirasakan dirinya beserta Sylviana Murni, tapi tentunya juga oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY); ayah biologis AHY; aktor besar pencalonannya maju pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Kekalahan AHY jelas kekalahan SBY juga, kali ini presiden keenam tersebut tahu bagaimana rasanya kalah dan sakitnya hati ditaklukkan lawan politik. Roda hidup memang akan selalu berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Pernah memenangi Pilpres 2004, 2009, namun juga gagal total mengantarkan anak kandung menjadi Gubernur DKI 2017-2022.
Maksud hati ingin mengulang kejayaan masa lalu dengan segudang siasat politik melodrama seperti yang pernah diterapkannya, memposisikan diri sebagai korban ‘penguasa’, curhat di sana-sini, membuat konferensi pers yang kontraproduktif, SBY justru punya andil besar dalam menggerus perolehan suara AHY yang sebelumnya sempat diprediksi bisa kompetitif dengan kandidat lain. Meskipun bukan satu-satunya faktor penyebab kekalahan AHY, namun keterlibatan SBY yang terlalu mencampuri, berujung petaka pada anaknya, kalah mutlak dalam putaran pertama Pilgub DKI.
Belum lagi jika memang benar dugaan dan serangan yang dialamatkan kepada dirinya telah mengintervensi Ketua MUI Ma`ruf Amin agar mengeluarkan fatwa bahwa Gubernur Ahok telah menista agama, dan pengakuan mengejutkan Antasari sehari sebelum pemungutan suara bahwa SBY adalah dalang rekayasa kasus dirinya. Siapa yang benar? Biarlah waktu yang membuktian, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Anak kehilangan karir cemerlang di militer akibat ambisi politik, kalah telak dalam kontestasi Pilgub DKI, dan reputasinya dalam ancaman serius.
Publik kini semakin cerdas menilai, siapa sosok yang layak dipilih dan siapa yang tidak? Mana politik pencitraan bermotif melodrama dan mana politik sejati bermotif pengabdian dan pelayanan. Hasil Pilgub DKI Jakarta 2017 putaran pertama menegaskan itu semua, bahwa politik citra kini sudah tidak laku dijual. Publik semakin hari semakin cerdas, tidak bisa lagi dibodohi dengan politik curhat dan keluh kesah. Hemat penulis, fakta kekalahan Agus-Sylvi dengan segala faktor penyebabnya adalah pembelajaran politik yang sangat berharga bagi siapapun yang ingin meretas karir di dunia politik praktis. Hindari retorika kosong, jauhi politik melodrama, dan suguhi masyarakat dengan program kerja yang rasional dan berkualitas.
0 Response to "Kandasnya Politik Melodrama SBY"
Post a Comment