Di antara topik-topik menarik untuk didiskusikan adalah topik tentang politik. Mendiskusikan dan mengobrolkan politik akan menjadikan siapapun yang terlibat akan terus ketagihan untuk selalu mengomentari dan ikut nimbrung memberikan pendapat terkait isu-isu politik. Coba anda rasakan, betapa banyak yang akan terpancing untuk bicara ketika ada yang memulai pembicaraan seputar politik. Misal, ketika Ahok di awal-awal bersikeras maju Pilkada DKI 2017 lewat jalur independen dengan bekal dukungan KTP yang dihimpun oleh jaringan Teman Ahok.
Polemik datang begitu derasnya, baik pengamat, analis, pakar, praktisi politik itu sendiri, mahasiswa, bahkan orang awam sekalipun tidak henti-hentinya memperbincangkan pilihan politik Ahok tersebut. Apakah iya Ahok akan tetap bersikeras dengan pilihannya? Mereka dibuat tertarik untuk terus mengikuti perkembangan dan ujung-ujungnya mereka juga tidak kuasa untuk sekedar memberi komentar, cuap-cuap dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, kenyataan politik membuktikan bahwa ternyata Ahok berubah pikiran, ia memutuskan maju Pilkada DKI 2017 lewat jalur Parpol. Hal ini disebabkan karena menurutnya, sudah ada tiga Partai Politik (Nasdem, Hanura, Golkar) yang secara resmi memberikan dukungan tanpa syarat ihwal pecalonannya. Alhasil, topik perbincangan sedikit berubah, Teman Ahok yang sebelumnya sempat disorot dan menjadi bahan perbincangan lantaran menjadi mesin politik Ahok maju lewat jalur independen kini bisa dibilang jauh dari hingar bingar sorot media.
Sekarang, yang seksi diperbincangkan adalah terkait peluang Ahok mendapat dukungan politik dari PDI-P, apakah partai pemenang Pemilu 2014 tersebut mau mendukung dan mengusung Ahok sebagaimana Pilkada DKI 2012 ketika Ahok dipasangkan dengan Jokowi. Atau malah PDI-P memilih mengusung calon gubernur sendiri, lantaran kepemilikan kursi PDI-P sebanyak 28 di DPRD DKI sudah cukup untuk mengusung calon sendiri tanpa koalisi.
Menjelang dibukanya pendaftaran bakal calon kepala daerah 19-21 September 2016 untuk mengikuti Pilkada Serentak 2017, segala kemungkinan politik masih bisa terjadi. Patut kita tunggu bagaimana ujung dari cerita Ahok, konstelasi politik DKI dan lainnya. Begitulah politik, selalu cair, dinamis, tidak bisa ditebak kepastiannya. Karenanya, ia selalu seksi untuk dinanti, seksi untuk terus diikuti, dan seksi untuk dinikmati.
Ibarat cinta dan romantika, politik itu mendebarkan, mengharukan, dan terkadang memabukkan. Pertarungan politik adalah suatu pertarungan klasik meraih simpati dan pengaruh. Barangsiapa yang berhasil, ia akan menjadi magnet yang akan senantiasa ditempel oleh perhatian publik. Kebijakan pemerintahan adalah pertaruhannya. Namun, yang pasti politik itu tentang kepentingan. Jika kepentingan sudah bertemu, disitulah politik ada.
yap betul sekali.
ReplyDeletebener bgt...
ReplyDeletehmm coba agan gugling tentang sejarah masa lalu kerusuhan2 politik di masa lalu, barangkali agan nggak akan memberi komentar "seksi". tapi "sadis"
ReplyDeletediksi seksi dalam artikel di atas sengaja sy pilih untuk menunjukkan sisi lain politik yg menurut agan dianggap sadis..Bahwa politik itu sejatinya menarik, menghibur, dan menggembirakan.. Tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan..Bagi sy politik itu seksi,penuh misteri, sukar ditebak, membuat kita selalu menunggu perkembangan2 nya..
DeleteBenar sekali gan , terimakasih penjelasannya
ReplyDeletepertarungan politik, bikin pusing gan. Apalagi yang sudah sekelas DKI dan menteri menteri.
ReplyDeleteheheh bener banget tuh , artikelnya menarik juga
ReplyDeleteArtikel yang sangat bagus untuk kemajuan indonesia hehe
ReplyDeleteWaaah gua sendiri kurang suka dengan yg namanya politik
ReplyDelete