Momentum
Pemilu 2014 dengan dua agenda (Pileg dan Pilpres) sudah berlalu, begitu banyak
dinamika yang terjadi. Dimulai dengan Pileg yang
mengkonfirmasi temuan Lembaga-Lembaga
Survei
perihal tumbangnya juara bertahan Partai Demokrat, dan kembali berjanya Partai
Demokrasi Indonesia Perjungan (PDI-P) sebagai pemenang Pileg
hingga Pilpres
yang menampilkan polarisasi sengit dua kandidat Presiden.
Pilpres kali ini bisa dibilang cukup seksi, dikatakan demikian karena pada Pilpres
2014 ini antuasiasme masyarakat begitu luar biasa. Baik
yang tua, muda, anak-anak, remaja atau dewasa larut dalam kegembiraan Pesta
Demokrasi
2014. Animo
masyarakat menyambut Presiden baru begitu dahsyat.
Tidak
salah jika mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie
menyebut Pilpres
2014 seru, hal ini tidak berlebihan karena memang ajang Pilpres
2014 penuh dengan tontonan yang mendebarkan. Ada intrik, taktik, bahkan takling
yang saling dilancarkan oleh masing-masing kubu kandidat calon. Publik terbelah
dalam dua poros yang saling bertarung memperebutkan hati rakyat, pilihannya hanya
ada dua: poros Prabowo-Hatta atau poros Jokowi-JK? Sepanjang kampanye dan
proses Pilpres
berlangsung, publik benar-benar larut dalam keasyikan mendukung salah satu
kandidat calon.
Ada yang mendukung dengan penuh kedewasaan, namun ada pula yang
asal dukung, demikian realitas yang tampak terkait pilpres 2014. Bagaimanapun,
Pilpres
sudah digelar; KPU sudah menetapkan Jokowi-JK sebagai Presiden-Wapres
terpilih. Sembari
menunggu putusan MK terkait gugatan hasil Pilpres
yang diajukan salah satu kandididat yang keberatan dengan ketetapan KPU, semua
pihak harus menahan diri, dan mengendalikan ego sektoral. Integrasi
Indonesia sebagai bangsa dan negara harus senantiasa diutamakan.
Tanggal
21 Agustus 2014 akan menjadi babak akhir Pilpres, MK akan
memutuskan apakah mengabulkan gugatan kubu Prabowo-Hatta dengan membatalkan
ketetapan KPU yang memenangkan kubu Jokowi-JK atau malah menolak gugatan yang
diajukan? Apapun keputusan MK harus diterima, sifat ketetapan MK yang final dan
mengikat tidak memungkinkan siapapun mengajukan gugatan dan keberatan. Karena
itu, baik kubu Prabowo-Hatta sebagai pemohon gugatan maupun kubu Jokowi-JK
sebagai termohon harus menerima apapun vonis yang akan ditetapkan MK.
Disinilah
sikap kenegarawanan kandidat-kandidat yang bersengketa akan dipertaruhkan dan
diuji? Akankan mereka bersikap layaknya negarawan sejati yang menjunjung tinggi
asas-asas demokasi berkeadaban atau malah sebaliknya? Rakyat tentu akan
menanti. Kalau selama ini pihak penggugat tidak mau mengakui kekalahan dan
terus mengklaim kemenangan, akankah sikap seperti ini akan terus berlanjut jika
kemudian MK memutuskan pihak tergugat memang pemenang Pilpres
yang sesungguhnya? Biarlah waktu yang menjawabnya.
Memperhatikan
dinamika dan gelagat yang dipertontonkan Prabowo dan oknum-oknum pendukungnya
beberapa waktu terakhir yang terus merongrong wibawa KPU sebagai penyelenggara
Pemilu yang independen, dengan mengancam Ketua
KPU Husni Kamil Manik.
(lihat di http://www.jpnn.com/read/2014/07/19/247160/Ancam-Kerahkan-Pendukung,-Prabowo-Dianggap-Lecehkan-Komitmen-SBY),
Menuding Indonesia sebagai negara yang tak
ubahnya seperti negara totaliter macam Korea Utara bahkan lebih tragis lagi Ia
menuding Indonesia lebih parah dari negeri komunis tersebut.
Menganggap Jokowi antek komunis sama
seperti Israel, menuduhnya telah berlaku curang, korup dan merasa bahwa lebih
baik mati daripada dipimpin Jokowi adalah tindakan yang nyata-nyata mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa.
.
Kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandaskan Pancasila sebagai dasar
negara, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai rujukan sekaligus induk semua
peraturan perundangan serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat
bangsa sungguh hanya akan menjadi dongeng jika kondisi seperti ini terus
belanjut.
Negeri
ini dibangun oleh darah, air mata, nyawa, para pejuang yang dengan ikhlas
mengorbankannya untuk terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang bersatu, berdaulat
dan bermartabat. Jangan
kecewakan perjuangan dan pengorbanan mereka dengan membuat gaduh suasana
kebangsaan, memicu terjadinya gesekan dan perpecahan masyarakat hanya karena
untuk menuruti hasrat berkuasa. Masa depan bangsa ini jauh lebih penting, komitmen kita bernegara dan berbangsa bukan untuk memuaskan
kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Sedari awal roh bangsa ini
ditiupkan pada 28 Oktober 1928 hingga kelahirannya sebagai bangsa
dan negara bernama Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945,
semua pendiri bangsa bertekad untuk membangun Indonesia Raya
yang utuh, suatu negeri yang berasakan Pancasila dimana seluruh anak bangsa
dapat hidup berdampingan secara damai, adil, toleran dan sejahtera.
Momentum
Pilpres
bukanlah ajang untuk melanggengkan status
quo, membuat onar, dan melakukan deligitimasi terhadap kinerja lembaga
negara. Pilpres
sejatinya merupakan ajang untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih
berkualitas bukan malah sebaliknya. Karena itu,
menjaga Indonesia tetap utuh adalah hal mutlak yang senantiasa harus
diperjuangkan demi terwujudnya cita-cita Indonesia Raya yang jaya, maju, adil,
dan makmur. Jangan
gadaikan Indonesia dengan membuatnya terbelah, semua elemen bangsa harus
bersatu dan berkomitmen untuk terus menjaga keutuhan bangsa.
Jangan
mudah termakan isu dan provokasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Siapapun Presiden
terpilih yang legitimasinya akan diputuskan MK harus kita hormati bersama, mari
kita dukung Presiden-Wapres
terpilih, berilah mereka kesempatan untuk memberikan pengabdian terbaiknya
kepada Indonesia. Lupakan segala perbedaan, saatnya bersatu kembali. Mari
kita kawal realisasi visi misi dan kontrak-kontrak politik Presiden-Wapres
terpilih. Jangan
segan untuk menagih semua janji yang pernah mereka sanggupi. Salam Persatuan
Indonesia!
Artikel ini ditulis Agusuts 2014
Menjaga indonesia utuh tapi nyatanya semua terpusat di satu titik proses pembangunanya.hanya kalangan pemerintah yang harus memikirkan wilayah lain.
ReplyDeletedi era kepemimpinan Presiden Jokowi pembangunan negara memang berdasarkan skala prioritas dan target utama. Misal saat ini, pemerintah sedang fokus membangun kawasan Indonesia timur yg sudah lama tertinggal dari wilyah-wilayah Indonesia barat..
ReplyDeletekeren gan, artikelnya dalam tapi emosi ga kebaca
ReplyDeletesudut pandang yang agan ambil juga ga cuma satu sudut pandang saja.
keep it up.
masukan saya, mungkin sumber yang dicantumkan, sebaiknya dibuat anchored text saja, sekalian nambah outbound link yg berkualitas.
nice input gan, terima kasih atas masukannya..
DeleteSalah satunya utk menjaga indonedia agar tetap utuh yaitu Revolusi mental
ReplyDeletesepakat sekali gan, revolusi mental adalah jalan keluar dari persoalan bangsa.
Deletetulisan ente berbobot sekali gan :)
ReplyDeleteterima ksih gan, semoga sj bermanfaat..
Deletemasyarakat indonesia sekarang pada sensitif gan.. dikit-dikit nyalahin orang lain.. nice artikel gan..
ReplyDeletebenar gan..makanya momentum 17 Agustus harus semakin merekatkan persatuan kita gan sebagai sesama anak bangsa.. terima kasih telah berkunjung gan..
ReplyDelete