Setelah menyatakan Turki dalam keadaan darurat, Presiden Recep Tayyip Erdogan akan merestrukturisasi militer negaranya sehingga akan ada "darah segar". Jika kodisi di Turki tetap rawan dan belum aman, Erdogan akan memperpanjang status darurat lebih dari tiga bulan.
Proses restrukturisasi di tubuh militer itu akan dilakukan Dewan Militer Tertinggi, kementerian pertahanan, dan kepala staf angkatan darat yang berada di bawah tanggung jawab perdana menteri. Ini diutarakan oleh Erdogan saat diwawancara kantor berita Reuters, Kamis (21/7). "Dalam waktu dekat, akan ada struktur baru di tubuh militer, ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Erdogan juga mengaku upaya kudeta bisa saja terjadi lagi. Namun, hal itu tak akan mudah lagi karena pemerintah sudah menigkatkan kewaspadaan. Kudeta yang gagal pada pekan lalu bisa terjadi, kata Erdogan, karena badan intelijen sedang lengah. Namun, ia berjanji, hal itu tidak akan terulang kembali. Lebih dari 246 orang tewas dan lebih dari 2.000 orang lainnya luka-luka dalam kudeta gagal tersebut.
Bagi sebagian warga Turki, status darurat justru membuat mereka khawatir pemerintah akan memberlakukan hukum darurat perang lagi, seperti yang pernah terjadi pasca kudeta militer 1980. Atau seperti saat meninggalkan perlawanan kelompok bersenjata Kurdi pada 1990an. Wakti itu, hampir seluruh wilayah tenggara Kurdi dinyatakan dalam status keadaan darurat.
Bukan hanya warga Turki yang mengkhawatirkan pemberlakuan staus darurat itu. Kekhawatiran serupa dikemukakan Uni Eropa, khususnya terkait dengan perlindungan hak asasi manusia dan kelanjutan hubungan kerja sama dalam menangani krisis di Suriah. Jerman tegas meminta Turki mencabut status daruratnya. "Penahanan jaksa, hakim, politisi, pemecatan guru, dosen, rektor, dan pembungkaman media tidak bisa diterima," kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Federica Mogherini.
Menanggapi kekhawatiran komunitas internasional, terutama UE, Erdogan menegaskan, status keadaan darurat itu bukan jam malam. Tak akan ada perubahan di kehidupan sehari-hari. "Orang masih bisa berada di jalanan dengan segala macam urusan dan menjalani kehidupan masing-masing," kata Erdogan.
Nmaun, partai-partai oposisi tetap tidak tidak percaya. Mereka tetap khawatir status darurat itu pada akhirnya akan tetap memberikan kekuasaan seluas-luasnya kepada Erdogan dan akan bisa disalahgunakan untuk membatasi hak dan kebebasan warga. Wakil Perdana Menteri Mehmet Simsek menjamin tidak akan ada pembatasan atau pelarangan terhadap kebebasan pers, gerakan massa, dan lain-lain. "Ini tidak seperti status darurat perang pada 1990an. Saya yakin, setelah ini kondisi Turki lebih baik dengan sistem demokrasi yang lebih baik, "tulis Simsek di akun media sosial Twitter miliknya.
Pasca kudeta gagal, Turki telah resmi menahan 10.400 orang, sementara masih ada 4.060 orang baru yang ditangkap, termasuk 103 perwira tinggi militer berpangkat jenderal. Bentuk hukuman terhadap para tersangka masih diperdebatkan. Pemerintah Erdogan menginginkan agar hukuman mati kembali diberlakukan dengan alasan rakyat menuntut hal itu. Akan tetapi, keinginan Erdogan itu menuai protes dan kecaman.
Dalam pembicaraan lewat telepon dengan Erdogan, Senin lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan, Turki tidak bisa bisa bergabung dengan UE jika menerapkan kembali hukuman mati. "Pemberlakuan hukuman mati tidak bergantung pada apa yang UE kehendaki, tetapi pada aturan hukum, " kata Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozdag.
Lebih lanjut, Pemerintah Turki kembali mendesak Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengekstradisi Fethullah Gulen, ulama kharismatik Turki yang dituding Erdogan sebagai dalang kudeta yang gagal. AS meminta Turki memberikan bukti keterlibatan Gulen dan kelompoknya. Turki sudah memberikan empat berkas ke AS, tetapi tidak ada yang menyatakan bukti keterlibatan Gulen.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengakui, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu lama. "Memang bisa bertahun-tahun prosesnya. Tetapi, kalau niat dan sudah bertekad, sebenarnya bisa selesai lebih cepat, kata Cavusoglu kepada media TRT Haber. "AS sudah usul agar ada komisi khusus yang bahas ekstradisi Gulen dan kami bersedia. Gulen seharusnya tidak diperbolehkan ke luar negeri untuk saat ini," ujarnya.
Mengenai gerakan Gulen, Erdogan menegaskan, mereka akan diperlakukan sama dengan organisasi teroris lain. Menurut dia, aksi mereka juga tidak berperikemanusiaan dan tak bermoral. "Kami akan terus dan menumpas di manapun mereka berada. Mereka sudah menyusup ke lembaga pemerintah, mereka pengkhianat. (REUTERS/AFP)
0 Response to "Babak Baru Turki Pasca Kudeta Gagal"
Post a Comment