Menjelang referendum masa depan keanggotaan Inggris di Uni Eropa digelar 23 Juni 2016, Inggris berkabung atas kematian salah anggota parlemen dari Partai Buruh, oposisi pemerintah. Helene Joanne Cox (41) ditembak dan ditusuk berkali-kali oleh seorang pria saat sedang berkampanye terkait referendum di Birstall, Inggris, Kamis (16/6). Tewasnya Cox yang saat itu sedang memperjuangkan agar Inggris tetap bersama Uni Eropa mengguncang kesadaran rakyat Inggris yang belakangan terbelah akibat refendum 23 Juni. Akibatnya, seluruh kampanye referendum dihentikan sapai Jumat untuk menghormati kematian ibu dua putri yang masih kecil-kecil.
Menurut tim paramedis yang mencoba menyelematkan Cox, ia meninggal 48 menit setelah penyerangan. Pria berusia 52 tahunn yang diidentifikasi sebagai Thomas Mair telah ditahan dengan barang bukti pistol yang ditemukan di tempat kejadian. Belu diketahui motif penyerangan ini. Namun begitu, para politisi menahan diri untuk tidak mengaitkan tragedi ini dengan referendum meskipun sebelum dan sesudah menembak Cox, pria itu meneriakkan kata "Dahulukan Inggris!" (Britain First).
"Jo pasti menginginkan dua hal saat ini, bahwa anak-anak kamin dilimpahi cinta kasih, dan kita semua bersatu untuk melawan kebencian yang telah membunuhnya," kata Brendan Cox, suami Cox. "Ia percaya dunia akan lebih baik, yang ia perjuangkan setiap hari dengan energi dan kecintaan," lanjut Brendan.
Bendera setengah tiang berkibar di gedung parlemen di gedung parlemen Inggris dan malam harinya ratusan orang menyalakan lilin di luar gedung. Tak sedikit yang menangis sambil meletakkan karangan bunga di luar gedung parlemen. Sejumlah orang juga melemparkan bunga ke sungai Thames, tempat Cox dan keluarganya tinggal di sebuah rumah perahu.
Ratusan orang dari beragam agama juga memadati gereja Saint Peter di Birstall untuk mengikuti acara peringatan. Di luar Birstall, warga memenuhi gereja-gereja di Batley untuk memberikan penghormatan terakhir.
Tak ketinggalan Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron dan seteru politiknya, pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn, bersatu menyebut insiden ini sebagai "serangan pada demokrasi". Sejumlah pemimpin Eropa kematian Cox sebagai tragedi.
"Kita kehilangan seorang bintang besar. Dia adalah anggota parlemen yang memiliki kepedulian besar dan hati yang besar. Ini adalah sebuah berita yang menyedihkan," kata Cameron. Senada dengan Cameron, kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, mengaku terpukul dengan kejadian ini. Pun demikian dengan Kanselir Jerman Angela Markel menyebut serangan tersebut "sungguh mengerikan". Namun ia tak mau mengaitkannya dengan referendum Inggris terkait masa depan keanggotaan di Uni Eropa.
"Kita kehilangan perempuan hebat, kita kehilangan anggota parleen hebat, tetapi demokrasi kita akan berlanjut. Kebencian tak akan bisa menyelesaikan masalah," kata Corbyn dalam pernyataan sebagaimana disiarkan di televisi. "Dalam duka kita akan terus bekerja untuk mengenangnya, untuk membuat dunia yang lebih baik, yang Jo lakukan sepanjang hidupnya," ujar Corbyn.
Sementara itu Kepolisian Yorkshire menyebut kan, apa yang terjadi adalah "insiden lokal". Media mengungkapkan identitas penyerang sebagai Thomas Mair, pria yang selama 40 tahun tinggal di rumah yang sama dan kerap membantu komunitas lokal menanami bibit bunga.
"Dia memiliki riwayat sakit mental, tetapi diobati," seperti tetulis di harian Guardian mengutip saudaranya, Scott Mair. " Saya masih belum percaya akan apa yang yang terjadi. Kakak saya bukan orang yang kasar dan sama sekali tidak politis. Saya bahkan tidak tahu dia mendukung apa dalam referendum," ujar Scott.
Kepemilikan senjata diawasai sangat ketat di Inggris. Serangan terhadap tokoh publik sangat jarang terjadi. Serangan terhadap anggota parlemen Inggris terakhir kali terjadi tahun 1990 saat Ian Gow tewas setelah mobilnya diledakkan Tentara Republik Irlandia (IRA) di rumahnya di Inggris Selatan. (BBC/AFP/REUTERS).
0 Response to "Tragedi Mematikan Sebelum Referendum Inggris"
Post a Comment