Suka tidak suka, sesuai dengan rilis hasil riset Good Country Index 2015 (GCI) yang dirilis awal Juni 2016 lalu Indonesia harus puas ada di peringkat 80 secara keseluruhan dan di peringkat 157 dari 160 negara untuk sektor keilmuan dan teknologi. Pertanyaannya sekarang adalah, mengapa sebegitu rendahnya peringkat Indonesia di sektor keilmuan dan teknologi? Bukankah anggaran negara untuk sektor pendidikan paling besar di antara anggaran-anggaran sektor lain? Berikut jabannya.
Menurut riset kuantitatif terhadap 56 negara, termasuk Indonesia yang dilakukan oleh Hoi Yan Cheung dan Alex WH dalam Corruption Across Coountries; Impacts from Education and Cultural Dimensions (2008) dapat diketahui bahwa ada korelasi antara pendidikan dan korupsi. Temuan mereka menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan tinggi yang baik berkorelasi dengan penurunan angka korupsi. Mereka (peneliti) juga menjelaskan bahwa bahwa korupsi juga memberi dampak merusak terhadap sektor pendidikan tinggi. Hal inilah yang membuat hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi dan kualitas pendidikan. Selain itu, korupsi bidang pendidikan juga berdampak pada terciptanya anak muda yang tidak profesional dan akan mendorong mereka mendistorsi nilai-nilai budaya.
Adapun menurut Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri berpendapat bahwa buruknya performa Indonesia di sektor keilmuan dan teknologi pada Indeks Negara Baik (GCI) 2015 tak terlepas dari sumbangsih korupsi di sektor pendidikan. Korupsi di sektor pendidikan menurunkan kemampuan mendanai infrastruktur pendidikan yang memadai sekaligus menurunkan kualitas pendidikan. Hal ini tentu akan merembet pada rendahnya kualitas keilmuan dan teknologi.
Penting untuk diingat, menurut data ICW tahun 2006-2015 tercatat ada 425 kasus korupsi di sektor pendidikan dengan 618 orang menjadi tersangka. Di tingkat perguruan tinggi, KPK, misalnya menangani korupsi pengadaan instalasi teknologi informasi gedung perpustakaan Universitas Indonesia 2010-2011. Selain itu, KPK juga menangani kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Universitas Airlangga tahap satu dan dua tahun 2010. Menurut perkiraan ICW, kerugian negara akibat korupsi sektor pendidikan 10 tahun terakhir sekitar Rp. 1,3 triliun.
Jumlah nominal di atas bisa terbilang kecil, karena hanya menghitung kasus yang naik ke proses hukum, menurut ICW, anggaran pendidikan 30 persen diperkirakan bocor dan dikorup, terutama sekali di sektor infrastruktur sekolah. Selain terkait kejahatan finansial, korupsi sektor pendidikan juga menjelma dalam bentuk suap perekrutan dan penerimaan mahasiswa, penjualan gelar bodong, kebohongan keunggulan universitas untuk menarik mahasiswa serta integritas akademik.
Modus-modus sebagaimana diuraikan di atas kalau diperhatikan lumrah terjadi di Indonesia, kecurangan masuk ke sekolahh favorit atau kampus ternama dengan suap atau perjokian saat seleksi masuk bukan sesuatu yang asing di negeri ini. Pun juga dengan banyaknya kampus tidak jelas yang memperjualbelikan gelar kosong tanpa studi sebagaimana pernah terkuak beberapa waktu lalu, bukan hal yang aneh lagi, semuanya terjadi di Indonesia. Melihat kondisi yang seperti ini, rasanya tidak berlebihan jika hasil riset Good Country Index 2015 untuk sektor keilmuan dan teknologi menempatkan Indonesia di peringkat ke 157 dari 163 negara. Saatnya Indonesia berbenah dan mengejar ketertinggalan.
(lihat di www.goodcountry.org)
0 Response to "Penyebab Rendahnya Kontribusi Keilmuan Indonesia"
Post a Comment