Tinggal tiga hari lagi rakyat Inggris melaksanakan referendum, posisi kedua kubu masih masih sama-sama kuat. Media masaa juga telah berkampanye terbuka mendukung setiap kubu. Massa yang belum menentukan pilihan pilihan (swing voters) kemungkinan besar akan menjadi penentu.
Kubu "pro Uni Eropa" dan kubu "pro Brexit" kembali memulai kampanye setelah tiga hari dihentikan menyusul tewasnya anggota parlemen asal Partai Buruh, Jo Cox (41), yang ditembak ketika sedang berkampanye pro UE, kamis (16/6). Hari Minggu menjadi hari kampanye yang panas saat setiap kubu memunculkan wakilnya dalam debat televisi. Pro UE menampilkan Perdana Menteri Inggris David Cameron, Menteri Keuangan George Osborne, dan pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn. Ketiganya menggoreng isu ekonomi dengan memaparkan prediksi suram para ahli ekonomi jika Inggris keluar UE.
Adapun kubu Brexit kembali menampilkan Ketua Partai Independen Nigel Farage yang mengulik masalah kedaulatan Inggris Inggris dan penanganan isu migran. Namun, kedua kubu berupaya untuk menahan diri tidak saling mencaci, sebagai penghormatan terhadap mendiang Jo Cox.
Persaingan tetap ketat meskipun kubu "pro UE" berhasil mengejar ketertinggalannya. Jajak pendapat YoGov di Sunday Times menunjukkan posisi 44-43 untuk keunggulan "pro UE", Suvetion juga menunjukkan kubu pro UE juga unggul tiga poin, dan Opinium menunjukkan kedua kubu sama kuat di 44-44. Hasil jajak pendapat ini memperlihatkan ada penguatan di kubu "pro UE" pasca tragedi Jo Cox. Namun para pengamat menyimpulkan, penguatan itu bukan akibat kasus penembakan, tetapi lebih karena massa mengambang mulai khawatir akan dampak ekonomi jika terjadi Brexit.
Seperti juga rakyat Inggris, media massa Inggris terbelah dalam memberikan dukungan terbuka. Daily Mail dan The Observer mendukung kubu pro UE. :Hasrat kita yang terdalam seharusnya bisa diredam oleh kenyataan yang berat di dunia yang serba kompetitif ini. Mereka yang percayaakan kejayaan Ingggrisdi masa lalu telah menjual yang berbahaya," kata The Mail.
Adapun The Observer dengan tegas menyatakan, "untuk membuat Inggris yang liberal, internasional, dan terbuka, kita perlu menjadi bagian dari UE". Pilihannya adalah jalan sendirian atau menjadi bagian dari kekuatan kolektif yang tak sempurna". Yang pasti, di luar UE, peran kita di dunia akan hilang," tulis Observer.
Sementara kubu Brexit didukung oleh dua media berpengaruh, yaitu Times dan Telegraph. Times mengakui bahwa rakyat Inggris harus bersiap mengalami hari-hari sulit jika keluar dari UE. "Tetapi kita harus menahan kekhawatiran itu untuk memilih opsi keluar". Referendum ini, lanjut Times, merupakan satu-satunya kesempatan untuk menghentikan proyek sentralisasi Eropa.
Direktur European Policy Centre Janis Emmanoulidis mengatakan, apa yang terjajdi di Inggris menggambarkan apa yang dirasakan warga Eropa terhadap Uni Eropa. "Mereka tak lagi bersemangat pada gagasan persatuan Eropa. Keuntungan yang dirasakan sudah dianggap hal lumrah. Apalagi dalam enam bulan terakhir UE dilanda krisis demi krisis," kata Emmanoulidis.
Banjir pengungsi ke Eropa berperan sangat besar terhadap skeptisisme pada UE. Terlebih, para pemimpin gagal memutuskan bagaimana mengatasi nasib satu juta pengungsi yang ditampung di Eropa. Ekonomi yang terus melesu dan tingkat pengangguran yang tinggi ikut memperparah pandangan itu. Sementara itu, Brussel dinilai terlalu ikut campur, birokratis, semakin mengikis kedaulatan negara, dan sangat terobsesi pada integrasi. "Padahal, kondisi rakyat nyatanya tak bertambah baik, tetapi makin buruk," ujarnya. (AFP, REUTERS)
0 Response to "Peluang Brexit 50-50"
Post a Comment