Pangkalan Militer Amerika Serikat di Okinawa, Jepang, saaat ini tinggal menghitung hari. Meski AS dan Jepang sama-sama membutuhkan kehadiran kekuatan militer di pulau itu seiring dengan makin kencangnya tekanan Tiongkok di Laut Tiongkok Timur, tekanan penduduk Okinawa pun tak kalah hebatnya untuk mengakhiri kehadiran militer Washington di pulau tersebut.
Hari Minggu kemarin (19/6), puluhan ribu warga Okinawa turun ke jalan di ibu kota Okinawa, Naha untuk memprotes kehadiran pangkalan AS di pulau tersebut. Sebagian pengunjuk rasa menggunakan pakaian hitam untuk mewakili perasaan dukacita mereka atas terbunuhnya seorang perempuan lokal oleh seorang kontraktor AS.
Pengunjuk rasa menuntut pemerintah Tokyo meninjau ulang perjanjian kerja sama keamanan dengan Washington yang mengizinkan kehadiran tentara Amerika di Pulau Okinawa. Pengunjuk rasa juga menuntut pelaksanaan relokasi pangkalan Korps Militer AS ke pulau yang lebih sedikit penduduknya di bagian barat daya Jepang. Rencana relokasi ini muncul pada 1995 setelah kemarahan publik akibat pemerkosaan yang dilakukan prajurit AS terhadap gadis lokal.
Dalam kasus terkini, pembunuhan seorang perempuan yang sempat hilang selama beberapa pekan telah meningkatkan sentimen anti Amerika di Okinawa, di mana tensi sering naik akibat ulah segelintir militer Amerika. Tersangka pembunuh adalah seorang kontraktor yang juga mantan anggota marinir AS. Dia telah ditahan pada 19 Mei lalu dengan dugaan menelantarkan tubuh korban, tetapi belum didakwa untuk pembunuhan.
Gubernur Okinawa Takeshi Onaga kepada massa pengunjuk rasa mengatakan dirinya memohon permintaan maaf kepada korban karena tidak mampu melindungi warganya, bahkan setelah peristiwa pemerkosaan 1995. "Kami telah berjanji untuk tidak mengulangi insiden tersebut," seru Onaga. "Saya tidak mampu mengubah sistem politik untuk mencegah hal itu. Itulah penyesalan terbesar saya sebagai politisi dan Gubernur Okinawa," lanjut Onaga.
Sekitar 65.000 warga Okinawa terjun dalam unjuk rasa kali ini menurut kantor berita Kyodo. Sebagian membawa spanduk dan poster menuntut hengkangnya marinir AS dan keseluruhan militer di Okinawa dievaluasi. Pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe berada di belakang perjanjian keamanan dengan AS da menginginkan militer Jepang berperan lebih aktif dalam keamanan internasional. Namun, para pengunjuk rasa tetap menuntut militer Jepang yang berorientasi perdamaian. Unjuk rasa serupa terjadi di Tokyo, di depan kediaman resmi PM Abe. Sekitar 10.000 orang terlibat dalam aksi itu. (AP)
0 Response to "Dilema Pangkalan Militer AS di Okinawa"
Post a Comment