Selama berperan sebagai Sarjana Penggerak Desa (PSP3) dari 2014-2016, ada satu cerita yang menarik
dibagikan, cerita itu tentang perjodohan. Di desa penugasan, PSP3 pernah
mengalami hal yang satu ini, PSP3 dojodohkan
dengan salah seorang murid binaan. Sebagai penggerak, PSP3 mencoba
memainkan beberapa peran sesuai dengan kecendrungan dan kondisi desa yang ada. Di
desa PSP3 bertugas, masalah pendidikan bisa dibilang mutlak harus
diprioritaskan, hal ini karena dalam temuan PSP3 kondisi sumber daya manusia warga
sekitar yang bisa dibilang memprihatinkan.
Dalam pikiran rata-rata
warga, sekolah dianggap tidak terlalu penting karena ujung-ujungnya bertani
juga, apalagi yang wanita, ujung-ujungnya
kerja di dapur. Berangkat dari hal inilah PSP3 bertekad menjadikan
pendidikan sebagai salah satu fokus garapan yang mesti disentuh, wujudnya, PSP3
mesti menjadi pendidik sekaligus pengajar. Alhasil, dalam seminggu PSP3 harus
meluangkan waktu 2-3 kali mengajar, blusukan ke sekolah dan madrasah untuk
memberikan pencerahan dan pemahaman tentang esensi pendidikan. Adakalanya PSP3
menggantikan guru yang berhalangan, namun adakalanya PSP3 mengisi kelas kosong dengan
suntikan motivasi dan inspirasi.
Dan yang menarik adalah
pengalaman mengajar di madarasah diniyyah, dengan segala hormat PSP3 harus
masuk ke madrasah dengan niat memberikan pencerahan bagi murid-murid yang ada.
Di sana PSP3 berjumpa dengan beberapa murid, namun mayoritasnya perempuan. Berbekal
izin dari ustadz pengajar yang ada, PSP3 mulai berinteraksi dan mengajar dengan
tulusnya, apa yang diajar? Karena madrasah, maka yang PSP3 ajar adalah sesuatu
yang berkenaan dengan hal-hal dasar keagamaan, terkadang juga diselingi dengan bahasa
Arab. Dalam mengajar, PSP3 menggunakan metode partisipatif dan interaktif, yaitu
memancing murid pro aktif sementaraPSP3 memposisikan diri sebagai pendengar dan
pencerah. Metode ini rupanya cukup ampuh memancing anak kampung mau
bertanya dan terbuka.
Hari demi hari berjalan, tanpa
terasa keakraban antara PSP3 dan murid mulai terjalin. Nah, dalam tingkatan
ini, semua masih wajar-wajar saja, PSP3 menganggap mereka murid dan adik yang
harus diperlakukan sebagaimana mestinya. Ada yang curhat masalah pribadi, PSP3
persilahkan dan PSP3 mencoba memberikan solusi bijaknya, ada yang bertanya
tentang hukum sesuatu, PSP3 berikan jawaban terbaiknya. Menjadi kurang wajar
ketika ada salah satu oknum murid yang mulai melibatkan saudara dan kerabatnya menggoda
PSP3 menjadi warga tempat di mana PSP3 tinggal. Mereka menginginkan PSP3
berjodoh dengan murid yang penulis ajar.
Baik secara langsung maupun
tidak langsung, godaan itu dilancarkan kepada PSP3. Terhadap hal ini, sikap
PSP3 jelas, PSP3 tidak mau menabrak komitmen pribadi yang akan selalu profesional.
Selain karena memang bukan tipe, berjodoh dengan murid sama halnya dengan pagar
makan tanaman. Pendidik yang baik adalah pendidik yang senantiasa bermental
matahari, memberi tanpa berharap kembali. Mengajar anak-anak kampung bagi PSP3
adalah cara untuk mengabdi, sarana untuk menerangkan jalan berpikir mereka, dan
sekaligus tabungan akhirat, bukan yang lain. Karena itulah, pernah sesekali PSP3
mengundang beberapa anak kampung binaan PSP3 dalam sebuah acara pribadi PSP3, di
situ PSP3 tegaskan sikap kalau semua warga yang pernah PSP3 kenal, pernah PSP3 ajar, dan diajak kerja sama, semuanya PSP3 anggap sebagai saudara. Bersaudara
jauh lebih baik daripada sekedar memaksakan sesuatu dan merusak persaudaraan. Dari
situ, duduk persoalan perjodohan mulai menemui titik terang, murid PSP3 mulai
mengerti dan segalanya happy ending. Inilah
sekilas cerita tentang percobaan perjodohan yang sempat dialami PSP3.
ada ada saja ya gan
ReplyDelete