Terkuaknya beberapa kasus kejahatan seksual terhadap anak menjadikan pemerintah Indonesia mencanangkan negara dalam kondisi darurat kejahatan seksual pada anak. Senada dengan itu, penulis yang kebetulan diberi peran pemerintah (Kemenpora RI) sebagai Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (PSP3) mencoba untuk memberikan sumbangsih pemikiran agar benang kusut persoalan kejahatan seksual pada anak bisa diurai dan dicarikan solusinya. Penulis, mencoba mempelajari kasus yang menimpa Yuyun di Bengklu dan kasus kejahatan seksual pada anak di desa binaan penulis di Kabupaten Garut. Akar masalahnya ternyata sama, absennya peran keluarga dalam menjaga dan melindungi anak dari kejahatan seksual manusia-manusia biadab.
Dari analisa dan temuan yang ada, penulis kemudian mencoba menyimpulkan bahwa solusi bijak kejahatan seksual pada anak adalah kembali pulang pada penguatan pendidikan keluarga. Peran keluarga sungguh sangat vital dalam mencegah terjadinya kejahatan seksual pada anak. Selama ini, banyak ayah atau ibu yang lebih sibuk mengurus hal-hal yang menjauhkan dirinya dari anak, sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan menimpa pada buah hatinya, orang tua hanya bisa pasrah dan menerima nasib. Padahal, kalau disadari sejak dini dan orang tua memainkan perannya sebagai pendidik keluarga yang tidak berjarak, bersahabat dan mau peduli dengan anak, hal negatif pada anak besar kemungkinan bisa dihindari. Kasus Yuyun adalah tamparan keras bagi siapapun yang merasa menjadi orang tua. Mengambil hikmah dan menguatkan kembali pendidikan keluarga adalah solusinya.
Bentuk nyata kontribusi pemikiran PSP3 terkait kejahatan seksual pada anak adalah PSP3 menuliskan opini dan alhamdulillah dimuat di harian KORAN MADURA, Edisi Rabu, 18 Mei 2016.
Bentuk nyata kontribusi pemikiran PSP3 terkait kejahatan seksual pada anak adalah PSP3 menuliskan opini dan alhamdulillah dimuat di harian KORAN MADURA, Edisi Rabu, 18 Mei 2016.
0 Response to "Opini Menangkal Kejahatan Seksual pada Anak"
Post a Comment