Beberapa hari terakhir dunia dihebohkan oleh
memanasnya konflik Israel-Palestina, untuk kesekian kalinya dua negara
bertetangga tersebut terlibat konflik terbuka. Tak ayal, korban jiwa berjatuhan
di dua kubu, semenjak agresi Israel ke Gaza 8 Juli 2014 sampai tulisan ini
dibuat tercatat sebanyak 1650 warga Palestina tewas, mayoritas mereka perempuan
dan anak-anak, sementara itu di kubu Israel 63 tentara dan 3 warga sipil Israel
tewas (globalsecurity.org).
Ibarat penyakit akut yang tak kunjung sembuh, konflik
keduanya tak ubahnya penyakit kambuhan yang sering kumat.Dalam pada itu, warga
sipil Palestina seperti perempuan dan anak-anak kerap menjadi korban kekejaman
dan kebiadaban perang brutal yang dilakukan Israel.Inilah nestapa panjang
bangsa Palestina yang sudah lama mendambakan terwujudnya kehidupan normal di
negeri mereka; kehidupan yang damai, tentram dan merdeka. Namun demikian,
harapan itu jauh panggang dari api, bangsa Palestina tidak pernah bebas dari rongrongan dan ancaman
agresi sadis Israel. Melihat kenyataan seperti ini, dunia hanya bisa mengecam
kebiadaban Israel, mendorong lembaga multilateral seperti PBB bereaksi,
mendesak AS, Uni Eropa agar menekan Israel, mengajak pemimpin negara-negara
OKI, Non Blok aktif bersuara dan mencarikan solusi. Perang toh tetap berlanjut,
mengapa bisa demikian?
Dunia seakan lupa bahwa akar persoalan konflik akut
Israel-Palestina adalah menyangkut keadilan, dan keutuhan Palestina sebagai
bangsa dan negara.Inilah akar masalah keduanya, karena itu untuk meredakan
konflik syukur bisa mewujudkan perdamaian abadi antara keduanya masalah pokok
harus diselesaikan. Sejauh ini, PBB melalui sidang Majelis Umum 29 November
2012 hanya sebatas mengakui Palestina
sebagai negara pemantau non anggota. Di satu sisi, hal ini merupakan kemajuan
bagi Palestina, karena dengan diakuinya Palestina sebagai negara otomatis
Palestina memiliki hak berdaulat sebagaimana yang dimiliki negara-negara lain.
Palestina juga bisa bergabung dengan organisasi-organisasi PBB seperti Mahkamah
Kriminal Internasional.Namun mengapa Israel masih saja berani mengusik
Palestina?Karena berbeda dengan PBB, Israel, AS dan sekutunya tidak mau
mengakui Palestina dan masih memandang Palestina sebatas otoritas biasa yang
tidak memiliki kedaulatan otonom.
Sepanjang tidak ada ketegasan PBB untuk menghukum
Israel yang selalu melanggar kedaulatan Palestina maka dunia jangan pernah
bermimpi melihat Israel-Palestina bisa hidup bertetangga secara rukun, damai,
dan saling menghormati. Kedua negara pasti akan selalu terlibat perang yang
tidak akan berkesudahan. Masalah
Palestina adalah masalah ketidakdilan, penindasan, dan penjajahan bangsa Zionis
Israel atas wilayah sah bangsa Palestina.Masalah Palestina juga merupakan
masalah kemanusiaan, karena berkaitan langsung dengan hak-hak dasar insani (human security) yang lazim dimiliki
setiap anak manusia semenjak lahir sampai meninggal.Tindakan keji Israel yang
merampas hak hidup, hak bertempat tinggal bangsa Palestina dengan menyerang dan
menembaki mereka, menghancurkan rumah mereka, serta menyiksa mereka adalah
pelanggaran berat terhadap hak-hak asasi bangsa Palestina.
Terlepas dari apa yang tampak, persoalan Palestina
sungguh sedemikian kompleks, mimpi besar Palestina untuk merdeka tidak lepas
dari rumitnya persoalan yang membelit mereka. Mulai dari konflik internal yang
melibatkan dua faksi (Hamas dan Fatah) yang berbeda pandangan, hingga
keberadaan sekutu abadi Israel seperti Amerika Serikat yang siap pasang badan
membela Israel. Secercah harapan kini mulai tampak ketika beberapa waktu lalu
Hamas dan Fatah mendeklarasikan persatuan mereka, namun perjuangan menjadi
bangsa merdeka sungguh masih panjang, Palestina harus menghadapi kenyataan
bahwa Israel dan sekutunya tidak akan membiarkan mereka merdeka. Diplomasi dan
negosiasi yang diupayakan berbagai pihak dan kalangan internasional akan
terwujudnya perdamaian Palestina-Israel hanya basa basi belaka, tidak berumur
panjang, perang dan kekerasan tetap saja berkecamuk. Inilah konflik tanpa ujung
yang nyata terjadi.
Sebagai negeri berpunduduk muslim terbesar dunia,
bagaimanakan peran yang sejatinya dimainkan Indonesia dalam upaya menghentikan
kebrutalan Israel dan mendukung kemerdekaan Palesina? Sebagaimana bunyi
Undang-Undang Dasar yang mengamanatkan bahwa kemerdekaan harus dimiliki dan dirasakan
oleh segala bangsa di dunia dan agar Indonesia ikut serta dalam menciptakan
perdamaian dan ketertiban dunia, maka sudah sepatutnya Indonesia bertindak
nyata demi terwujudnya nasib bangsa Palestina yang lebih baik sebagaimana
amanat yang tertuang dalam konstitusi kita. Penulis mengapresiasi sikap tegas
Presiden SBY yang mengecam serangan Israel ke Gaza Palestina, dan ditambah
dengan menulis surat terbuka kepada para pemimpin dunia agar ikut menekan
Israel menghentikan serangan ke Gaza.
Apresiasi juga patut diberikan
kepada rakyat Indonesia yang bersedia menyisihkan sebagian harta bendanya untuk
disumbangkan kepada rakyat Palestina, para relawan yang berjuang memberikan
pertolongan kemanusiaan baik medis, pangan ataupun lainnya terhadap para warga
Palestina yang menjadi korban kebiadaban Israel. Tidak hanya Indonesia, negara
di belahan dunia lain lantang bersuara mengutuk keras Israel yang dengan
membabi buta melakukan serangan biadab terhadap warga sipil Palestina. Apapun
alasan Israel, serangan yang mereka lakukan tidak bisa diterima, keberadaan
Hamas hanyalah alasan pembenar mereka melancarkan pembantaian terhadap warga
sipil Palestina. Mengutip pernyataan Duta besar Palestina untuk Indonesia,
Fariz Mehdawi beberapa waktu lalu: Perang Israel-Palestina tidaklah berimbang,
Israel dengan segala kekuatan dan kecanggihan militer sementara Palestina
dengan kekuatan seadanya.
Duka Palestina akibat serangan
militer Israel kini menjadi perhatian dunia internasional, Indonesia tidak
pernah absen memberi perhatiannya bagi bangsa Palestina.Namun demikian, kiranya
Indonesia kedepan harus lebih pro aktif mendukung Palestina menjadi entitas
negara yang benar-benar berdaulat, memiliki batas-batas wilayah yang jelas,
legal, dan diakui hukum internasional.Dengan demikian kita bisa berharap
kemerdekaan dan perdamaian abadi bisa terwujud di bumi Palestina. Selain itu,
sebagaimana pernah digagas peneliti Middle
East Institute, Zuhairi Misrawi, salah satu upaya nyata yang bisa Indonesia
beberapa waktu mendatang adalah mengundang tokoh-tokoh dari faksi Hamas dan
Fatah berkunjung ke Indonesia. Untuk apa? Guna mengajak mereka diskusi, saling
berbagi dengan mereka seputar perjuangan kemerdekaan, memberi mereka capacity building, serta mendorong
mereka untuk terus mempererat persatuan dan kesatuan.Hal ini sebagai terobosan
baru sekaligus wujud konkret kepedulian Indonesia dalam mendukung kemerdekaan
Palestina menjadi bangsa dan negara berdaulat, setara dengan bangsa-bangsa
lainnya.
Artikel ini ditulis Juli 2014.
0 Response to "Indonesia dan Nestapa Palestina "
Post a Comment