Dianugerahi tanah menghampar nan subur, warga masyarakat yang hidup di desa Tanjung Karya ini memanfaatkan nikmat Tuhan tersebut dengan bercocok tanam. Ada beberapa varian cocok tanam yang mereka pilih, di antaranya: sebagian mereka memilih bertani sawi, padi, cabe, terong, kacang dan sebagainya. Namun demikian, di antara pilihan-pilihan itu 70 persen warga menyukai bertani sawi. Bisa dibilang juga, bercocok tanam sawi adalah primadona dan favorit warga.
Melihat realita tersebut, saya tergerak untuk mencari tahu mengapa bercocok tanam sawi begitu digandrungi warga? Saya pun tidak sungkan untuk main ke sawah, tempat warga bercocok tanam sawi, bertanya langsung kenapa sih harus sawi atau dalam istilah mereka sawi dikenal dengan sebutan sosin yang menjadi favorit untuk dijadikan objek cocok tanam? Jawaban salah satu petani yang berhasil saya simak, ternyata mayoritas warga menanam sawi alias sosin karena menurut logika dan kalkulasi, menanam sawi itu panenya lebih cepat dibandingkan dengan menanam yang lain, "paling lama empat minggu atau sekitar satu bulanan setelah menyemai benih, sawi sudah bisa dipanen," kata salah satu petani sawi yang berhasil saya ajak berbincang.
Ketika ditanya, pasca panen bagaimana dengan serapan pasar? bagaimana harga di pasar? Kemana harus mereka jual sawi mereka? Petani tersebut menjawab, masalah harga pasca panen relatif, tergantung nasib, katanya. Maksudnya, ada kalanya harga sawi bagus, bisa sampai harganya 4-5 ribu per kilo bahkan lebih, namun kalo lagi kurang baik, harga sawi bisa 400-500 rupiah per kilo. Umumnya, mereka jual sawi mereka ke pengepul atau bandar sayur, tapi ada juga yang langsung menjual di pasar kecamatan, dan kabupaten. Tidak ada yang salah dengan pilihan petani untuk menentukan sawi sebagai objek cocok tanam, itu hak mereka, hanya saja saya agak bertanya mengapa pola pikir warga begitu seragamnya. Lagi-lagi paradigma berpikir jawabannya.
PARADIGMA/ZAHIR ALFATIH |
Ketika ditanya, pasca panen bagaimana dengan serapan pasar? bagaimana harga di pasar? Kemana harus mereka jual sawi mereka? Petani tersebut menjawab, masalah harga pasca panen relatif, tergantung nasib, katanya. Maksudnya, ada kalanya harga sawi bagus, bisa sampai harganya 4-5 ribu per kilo bahkan lebih, namun kalo lagi kurang baik, harga sawi bisa 400-500 rupiah per kilo. Umumnya, mereka jual sawi mereka ke pengepul atau bandar sayur, tapi ada juga yang langsung menjual di pasar kecamatan, dan kabupaten. Tidak ada yang salah dengan pilihan petani untuk menentukan sawi sebagai objek cocok tanam, itu hak mereka, hanya saja saya agak bertanya mengapa pola pikir warga begitu seragamnya. Lagi-lagi paradigma berpikir jawabannya.
0 Response to "Berbincang dengan Petani Sawi"
Post a Comment